Seorang sahabat berkata,”Aku ingin menangis, oleh rasa bahagia yang tak terkira. Namun ada kesedihan yang tersisa untuk seorang sahabatku!” Apakah gerangan kebahagiaanmu sahabatku?
Engkau katakan,"Aku bahagia, sebab sahabatku yang baik, akan menjadi raja sehari tak lama lagi. Aku berbahagia untuknya yang telah menemukan tambatan hati.
Sungguh dari ke dalaman hati aku berdoa untuk kebahagiaannya. Namun, di balik rasa bahagia, datang kesedihan yang tak kuduga. Itu tiba-tiba hadir begitu saja."
Terisak dirimu seakan tak kuat melanjutkan. Namun berusaha tersenyum dan berkata lagi.
"Aku baru menyadari bahwa aku akan kehilangan dirinya karena telah menjadi milik wanita lain. Jujur, aku kehilangan dirinya. Kehilangan seseorang yang kusayang dan kurindukan selama ini. Kuakui ia begitu berarti! Namun rasa sayangku yang tulus merelakan ia menjadi milik wanita lain."
Kulihat kantong matanya yang sudah tak kuat lagi menampung air mata yang terus mengalir dari sanubarinya, hingga harus menahan sesak.
Kukatakan padanya dengan lembut,"Sahabat, menangislah dalam keheningan semesta. Dalam diam tiada kata ratapan. Jadikan air matamu sebagai doa yang terindah pada-Nya. Tuhan tak butuh segala ungkapan kata-katamu, karena sebelum semuanya terucapkan, Ia sudah lebih dulu mengetahui apa isi hatimu."
Aku tersenyum untuk memberikan damai untuk padanya. Ingin kupeluk dalam kehangatan seorang sahabat.
"Percayalah, esok jiwamu akan menjadi lebih kuat karena kehilangan ini. Bersyukurlah akan itu. Malam ini, menangislah dan itu baik untuk membeningkan bola matamu. Membersihkan jiwamu dari kotoran kesedihan. Menangislah dan setiap bulir-bulir air matamu mewakili beban yang ada. Bila esok pagi engkau terbangun, tersenyumlah dan semesta akan menyambut dengan ceria."
Ada nada suka cita terucap,"Insya Allah, aku bisa dan esok aku benar-benar dapat tersenyum!"