Siapa yang tidak punya HP sekarang ini? Apalagi kini alat ini bukan lagi barang mewah dan hanya digunakan untuk berkomunikasi. Dalam satu genggaman banyak hal yang bisa dilakukan. Untuk hiburan mendengarkan lagu atau main game. Bisa juga berfungsi untuk mengabadikan momen-momen penting atau mengikuti perkembangan berita terkini.
Bahkan sekarang HP atau smartphone bisa lebih dekat dan disayang daripada istri/suami atau sabar. Karena selalu lebih dekat dan dielus-elus dengan lembut dan penuh perasaan.
Bagi saya sendiri HP merupakan alat yang sangat dibutuhkan untuk menulis. Sebab bisa dengan nyaman menari-narikan jemari di atasnya. Ribuan tulisan lahir dari kerjasama apik jemari dan tuts yang menjadi bagian penting dari HP untuk mengetikkan huruf-huruf menjadi kata lalu terangkai  berubah jadi kalimat.
Saya memang lebih nyaman mengetik menggunakan HP yang masih ada papan ketik fisiknya daripada dengan layar sentuh. Ini masalah kebiasaan saja barangkali.
HP itu sudah menjadi barang yang sangat disayang. Apa jadinya ketika HP kesayangan mengalami kerusakan? Pernah mengalami, rasanya makan dan tidur tak enak sampai kepala puyeng dan uring-uringan. Mau mengetik dari netbook, jari-jari terasa kaku dan otak pun terasa beku.
Kini kembali HP kesayangan mengalami 'sakit' dan rasanya sedih. Mau dibanting tak tega juga. Masih sayang. Berharap masih bisa diperbaiki. Mau beli lagi? Perlu berpikir seribu kali. Jurus lebay pertama.
Dari kejadian kerusakan HP ini ada pembelajaran untuk tidak terlalu memaksakan diri dan tidak mengikuti keinginan untuk membeli yang baru. Karena kondisi sedang tidak memungkinkan.
Kalau sehari-dua hari tidak menulis tidak mungkin membuat kelaparan. Tapi kalau tidak ada nasi? Pasti akan kelaparan ini perut. Jurus lebay kedua.
Kira-kira jurus lebay ketiganya apa ya? Masih ada sih. Ceritanya pernah terpikirkan, perlu juga untuk menerapkan yang namanya puasa berinternet atau pegang HP minimal sehari atau tiga hari misalnya. Karena lama-kelamaan tanpa sadar sudah memberhalakan alat ini. Tapi kok kurang lebay ya?
Tapi saya kira perlu menjadi gerakan secara pribadi, agar jangan sampai dari menjelang tidur sampai bangun lagi itu barang seakan tak terpisahkan. Sampai ketika beribadah pun tak kuasa untuk melirik-lirik pesan yang masuk.
Mungkin sudah gejalah umum, sekarang ini di mana-mana sampai di tempat ibadah ada tulisan atau logo peringatan untuk mematikan HP. Tapi nyatanya tetap tak mempan. Lagi khusyuk mendengarkan yang ceramah, tiba-tiba HP berdering. Pakai lagu dangdut lagi. Mau tak mau semua mata beralih pandangan. Untung para umat tidak sampai pada berdiri lalu bergoyang Cesar. Apa kata dunia?