Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hina

11 November 2014   02:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:08 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Janganlah engkau bersedih hidup dalam penghinaan, tetapi takutlah bila nanti mati dalam kehinaan. Tidak perlu merasa hina hidup dalam kemiskinan, namun takutlah bila  harus hidup dalam memiskinkan diri yang hina. [Sang Guru]



Apa yang menjadi ketakutan hidup kita saat ini dan kelak? Apa takut miskin sehingga tidak dihargai? Takut gagal sehingga hidup menjadi tidak berarti? Apakah demi untuk takut miskin dan gagal kita terpaksa harus melakukan cara apa pun untuk mencapai kesuksesan dan kaya?

Jangan Engkau Bersedih Hidup dalam Penghinaan...

Tidak jarang kata-kata yang tak bermata bisa lebih menyakitkan daripada tusukan sebilah pedang. Tidak heran oleh sebuah kata bisa menghunjam tajam melukai perasaan yang paling dalam.

Begitulah tatkala ada yang menghina membuat kita marah dan terhina. Merasa harga diri direndahkan, sehingga melakukan hal yang di luar kendali dan merendahkan harga diri sendiri.

Sebuah kata hinaan sekejap membuat kita langsung merasa terhina. Lepas kontrol dan emosi. Bisa jadi juga melakukan hal yang terhina.

Secara duniawi membalas hinaan dengan hinaan adalah hal yang benar. Kamu jual saya beli istilahnya. Tetapi para bijak mengatakan, bahwa sebuah kata penghinaan 'monyet' tidaklah mungkin membuat kita menjadi seekor monyet.

Kita masih mudah tersinggung oleh kata hinaan tak lain karena si ego masih menjadi tuan rumah bagi diri kita. Ibarat bensin yang tersulut api, maka akan mudah membuat terbakar. Begitulah bila ego masih menguasai, maka emosi akan mudah menjadi identitas diri.

Tetapi bagi para bijak, hinaan dan perlakuan buruk dari dunia adalah ibarat bahan bakar untuk mematangkan masakan, sehingga terhidang lezat. Penghinaan bagaikan amplas yang akan menghaluskan budi dan mencerahkan batinnya.

Sebab itu mereka yang sadar tidak takut dan bersedih hidup dalam penghinaan. Mereka justru merasa bahagia dan menerima semua itu dengan senyuman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun