Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Foto Transaksi Suap "Gayus Jalanan"

2 Maret 2012   15:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:36 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13307014791315513441

[caption id="attachment_174608" align="aligncenter" width="640" caption="Jepretan sendiri dotcom"][/caption] Memandangi acara suap-menyuap antara oknum polisi dan pengendara kendaraan bermotor pasti sudah biasa. Tetapi bisa memandanginya dari sebuah foto, tentu belum biasa. Pemandangan oknum polisi yang mengadakan razia di jalan-jalan. Kemudian diikuti dengan jurus damai berupa suap. Sebenarnya bukan hal yang aneh lagi. Sudah terlalu biasa. Karena sudah sering terjadi di depan mata. Inilah kasus suap yang setiap hari terjadi begitu nyata di depan mata. Dimana polisi yang merazia seakan-akan membuka diri untuk disuap dengan rela . Di Jalan Pangeran Tubagus Angke, tempat kantor saya. Boleh dibilang hampir setiap hari ada razia. Kalau tujuannya bukan untuk cari tambahan. Apalagi? Agar jalanan lancar dan tertib? Justru gara-gara ada razia jalan jadi super macet. Karena kebanyakan yang terkena razia, utamanya tidak menyalakan lampu, akan memilih jalan damai. Hal ini tentu akan diterima dengan suka rela oleh oknum polisi. Seperti pada suatu hari. Saya memiliki kesempatan untuk mengabadikan kejadian seorang oknum polisi yang sedang berdamai dengan seorang pengendara motor. Jalan damai itu adalah suap. Sama-sama menguntungkan. Bagi oknum polisi bisa menambah tebal kantongnya. Bagi pengendara, tidak perlu repot mengurus surat yang ditahan. Lalu bisa meneruskan perjalanan. Di tempat yang begitu terbuka saja kasus suap bisa terjadi. Para pelaku tanpa risih bertransaksi. Jadi bisa dibayangkan, apalagi yang terjadi di tempat tersembunyi atau dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Bukan hanya bayi atau anak-anak yang harus disuap, agar mau makan. Bila mau lancar urusan, para pejabat pun minta disuap dengan "apel malang" atau "jeruk bali". Sudah tradisi sih. Demi memperkaya diri, para pejabat tidak ragu unjuk gigi untuk korupsi. Kalau bukan saat sedang menjabat, kapan lagi. Apalagi ada yang mau menyuapi pakai uang lagi. Kalau ditolak pasti rugi. Dalam hal korupsi, mungkin kita tidak melakukannya. Tapi sadarkan kalau kita menjadi penyebab terjadinya suap? Seperti suap ala jalanan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun