Ramai-ramai membicarakan film 'Cinta Tapi Beda' besutan Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra yang akhirnya ditarik dari peredaran.
Sontak mengingatkan saya kembali tentang cerpen kisah cinta beda agama yang pernah saya tulis bersama Fitri y. Yeye beberapa waktu yang lalu di Kompasiana dengan judul 'Satu Cinta Dua Agama'.
Lalu saya berpikir nakal, andai saja cerpen kami yang bercerita tentang kisah cinta gadis Minang yang muslim dan pemuda Tionghoa yang beragama Buddha digarap oleh mereka. Pasti tidak akan heboh dan ada tuntutan hukum segala. Walau ada aroma Minang.
Kisah yang kami tulis antara fiksi dan nyata itu tidak berbau kontroversi dan berakhir manis. Apa yang kami tulis sesuai dengan sudut pandang kami dalam kesehatian. Tokoh dalam Satu Cinta Dua Agama, Tri, gadis Minang adalah mewakili pemikiran Fitri dan Li, pemuda Tionghoa mewakili pemikiran saya sendiri.
Tanda sadar, kolaborasi yang seharusnya selesai dalam dua episode harus sampai 22 episode. Karena keasyikan menyelami tokoh masing-masing.
Bahkan pada episode terakhir, Fitri dengan narsis menampilah foto pengantinnya. tapi sayang sang mempelai pria bukan Li ha ha ha...
Kisah cinta beda agama, bahkan berlanjut sampai ke jenjang pernikahan tak sedikit terjadi dalam kehidupan nyata. Ada yang harus mengalah, lalu berpindah ke agama pasangannya. Namun ada pula yang tetap dengan keimanannya.
Ada yang heboh ada yang adem ayem menjalaninya. Ada yang berakhir dengan kebahagiaan, pun ada yang berantakan. Inilah kehidupan.
Walau bukan omong kosong lagi pernikahan beda agama ini. Tetap menjadi topik hangat untuk dibahas. Pro dan kontra. Apalagi dibumbui dengan fanatisme.
Yang menjalani senyum-senyum tanpa polemik, yang tidak menjalani justru ramai dan berpolemik. Aneh tapi lucu.
Ternyata dalam kehidupan nyata pernikahan beda agama tidak seheboh dalam cerita.
#
NB.Kalau berkenan, di sini saya sertakan cerpen kami di kolom komentar.