Ada rasa haru dan tersentuh disertai sedikit air mata yang tertahan. Membaca kisah Ajahn Brahm, biksu kepala di Australia yang diundang berceramah pada upacara pemakaman kepala biara Katolik.
Bagaimana awalnya menjadi hal yang janggal, sehingga mengundang perhatian umat di Gereja Anglikan tersebut. Dimana pada akhirnya seluruh umat berdiri memberi penghormatan tatkala Ajahm Brahm berjalan bergandeng tangan dengan pendetanya.
Atas peristiwa ini, Ajahn Brahm menulis: [Perbedaan antar umat beragama hanyalah diciptakan oleh orang-orang yang tak memahami apa yang mereka omongkan. Pemimpin agama sejati itu pasti akan selalu bisa saling merangkul dan berjalan bersama.]
Saya pikir indah sekali apa yang disampaikan oleh Ajahn Brahm. Selama ini perbedaan antar agama itu ada kesengajaan diciptakan, agar masing-masing pihak dapat mengklaim agamanya yang terbaik.
Perbedaan sengaja dipelihara, agar semua pihak punya kesempatan untuk merendahkan dan melecehkan agama lain.
Bahwa dengan selalu menonjolkan perbedaan masing-masing agama, maka akan selalu ada perdebatan untuk saling menjatuhkan. Akan ada pihak yang menjadi pemenang.
Padahal, mereka yang sejatinya memahami kebenaran agamanya tidak akan melakukan semua hal itu. Tapi akan saling merangkul dan bergandeng tangan hidup dalam persamaan dan kesepahaman.
Bukankah ini yang menjadi tujuan adanya agama di muka bumi ini? Umat manusia hidup damai dan saling bergandengan tangan. Tujuan mulis yang mungkin sudah jauh dari ingatan. Termakan oleh keegoan dan kefanatikan semu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H