Dalam hidup ini, kita pasti akan mengalami perubahan. Baik secara fisik maupun secara batin. Termasuk perubahan kehidupan dalam hal ekonomi. Tetapi yang menjadi nilai adalah kita mengalami perubahan menuju kepada lebih baik atau terpuruk.
Secara sadar, kita tentu ingin mengalami perubahan semakin menjadi baik. Semuanya bertumbuh dengan sehat. Tubuh dan jiwa. Ekonomi mapan. Namun dalam ketidak-sadaran kita terjebak dalam perubahan kepada ketidak-baikan. Kesehatan merosot karena mengkonsumsi makanan enak-enak tapi tidak sehat. Bahkan meracuni tubuh dengan kimia yang terkandung dalam bahan makanan. Ekonomi berantakan, karena tidak bisa mengelola keuangan.
Dari segi kerohanian, perjalanan zaman juga makin membuat kita merosot dalam hal moralitas dan etika. Kebaikan dan sopan santun yang merupakan sifat alami kita seakan ditelan peradaban modern. Kita tidak sanggup menolak ketidak-baikan menjadi bagian hidup. Hal yang tidak baik seakan dibenarkan, karena dianggap sudah manusiawi.
Tentu sebagai makhluk yang dikarunia nurani dan akal sehat sejatinya kita bisa menyadari bahwa hidup ini semestinya menjadi kesempatan bagi kita untuk mengalami perubahan kepada kebaikan. Bukan menjadikan pembenaran untuk terus hidup dalam kesalahan sebagai manusia.
Menyadari kesalahan dan mau memperbaiki, itulah kebijaksanaan
Setiap manusia memiliki sifat bijak di dalam dirinya. Apakah kita mau menggunakan atau tidak itu masalahnya. Acapkali kekerasan hati yang membuat kita mengabaikan suara bijak yang berbisik.
Ketika kita hendak mengambil satu keputusan antara berbohong atau mengatakan yang sejujurnya. Suara kecil yang mengarahkan hal benar yang harus kita lakukan, yaitu berkata jujur.
Tetapi dengan keras hati kita menolak untuk menghindari rasa malu kemudian kita harus berbohong. Ada penyesalan awalnya. Tapi bukannya menyadari, namun kebohongan menjadi kebiasaan.
Apakah hidup akan terus terbawa arus zaman yang akan membuat kita sulit berubah? Pada saatnya pedang kebijaksanaan penting untuk digunakan untuk berani menyadari kesalahan-kesalahan dan mengambil kesempatan untuk berubah. Sebab waktu terus berputar dan kesempatan tidak selalu ada.
Setiap waktu terus belajar dan berintrospeksi diri
Selagi nafas masih dikandung badan belajar memperbaiki diri adalah keniscayaan. Dari pengalaman hidup sehari0hari banyak hal yang bisa dijadikan pembelajaran untuk mendewasakan kerohanian.