Mengapa kita masih bisa bangga atas kesalahan yang telah kita lakukan, sedangkan malu untuk melakukan kebaikan? Apakah ini adalah jalan penyesatan hidup manusia?
* * *
Seseorang berkata dengan bangga dan suara lantang,"Gua tadi baru
maki-maki saudara gua yang sok alim itu! Masak gua mau dinasehatin?! Padahal gua udah lebih banyak makan asam garam daripada dia yang masih bau kencur!"
Seorang anak muda sambil tertawa, berujar dengan nada bangga,"
Keren, coy! Tadi gua berhasil colek pantat tuh cewek! Biar dia marah-marah, tapi gua senang senang aja!"
"Hebat dong, lu!" Sambut teman
Dilain waktu ada lagi yang berujar,"Gua malas dan malu diajak
teman pergi ke panti jompo! Katanya mau menghibur para orangtua
yang kesepian. Ih, malas banget deh, gua kan masih muda!"
"Gua tadi diajak teman ke acara pengajian, tapi gak keren banget tuh, mending kumpul-kumpul gini sambil nyanyi, kan lebih rame! Ya gak gak bro?! Kata si Adul pada teman kumpulnya.
"Jelaslah! Bisa minum-minum lagi!Cekikikan salah satu temannya.
Sedikit ilustrasi diantara sekian yang mungkin pernah kita dengar tentang kebanggaan anak-anak manusia yang bangga dalam kesalahannya.
Begitulah kita, seringkali terjebak dalam kesalahan namun masih bisa membanggakan. Sedangkan untuk kebaikan kita enggan dan malu melakukannya.
Kita begitu semangat dan bergairah bergumul dalam kesalahan, namun loyo dan kehilangan darah bila hendak berbuat kebaikan.
Sadar atau tanpa disadari, ini adalah jalan kesesatan yang dibentangkan untuk menuju kepada kematian sebagai manusia yang memiliki kesadaran dan nurani.