Bila kita masih memiliki hati perhitungan dan keluh-kesah pada Tuhan, selayaknya kita segera berintrospeksi dan membersihkan hati.
#
Seorang umat beragama dan percaya Tuhan sudah puluhan hidup dalam ketaatannya.
Setiap hari berdoa dan menjalankan perintah Tuhan. Suka menolong dan berbuat baik kepada sesama.
Walau sudah taat hidup dalam kebajikan dan tiada henti berdoa, kehidupan ekonominya tidak berubah dan keluarganya sering mengalami sakit-sakitan.
Teman-teman seangkatannya yang tidak taat pada Tuhan pun bisa hidup berkecukupan. Punya ini-itu, sedangkan dirinya hanya tinggal di rumah peninggian orangtuanya dan hidup pas-pasan.
Bekerja keras dan setia pada perusahaan tapi kedudukannya tidak pernah beranjak juga. Masih tetap jadi pegawai biasa. Temannya yang rajin korupsi saja sudah diangkat jadi manager.
Hadir beribu tanya suatu hari, sehingga umat ini menumpahkan keluh-kesahnya dalam doa.
"Tuhan, apa Engkau tuli sehingga tidak dapat mendengar doa-doa yang keluar dari mulutku selama ini? Aku tiada bosan meminta kepadaMu, tetapi tidak ada yang Engkau penuhi. Keluargaku tetap saja hidup dalam kekurangan."
"Tuhan, apakah Engkau juga buta, sehingga tidak bisa melihat kebaikan yang aku lakukan untuk membantu sesamaku sesuai yang Engkau perintahkan? Tapi mengapa Engkau tidak mau menolongku saat dalam kesusahan?"
"Tuhan, apakah Engkau tidak memiliki hati, sehingga Engkau tega membiarkan keluarga terkadang harus menderita karena tidak dapat memenuhi apa yang kami inginkan?"
"Tuhan, sungguh aku lelah berdoa dan berharap kepadaMu lagi karena sia-sia. Yang tidak berdoa saja bisa hidup kelimpahan. Di mana keadilan dan janjiMu?"
Puluhan tahun dalam ketaatannya, tapi hari ini menghadirkan tanya ketidakpuasan dan ketidakpercayaan. Sungguh sayang.
Bila ketaatan yang ada tidak menghadirkan rasa syukur, maka keluh-kesah dan hati perhitungan yang ada.
Kalau hati perhitungan masih ada dalam ketaatan, maka penderitaanlah yang menjadi imbalan.
Karena hubungan kita dengan Tuhan bukanlah untuk berdagang.