Â
[
Lima belas tahun sudah kutinggalkan Kota Singkawang, Kalimantan Barat, mengikuti orangtua yang merantau ke Jakarta. Selama lima belas tahun itu pula aku tak pernah lagi menginjakkan kaki ke kota kelahiranku itu. Singkawang termasuk kota yang cukup maju dibandingkan dengan kota-kota lain yang ada di Kalbar selain Pontianak sebagai ibukota.
Selain kota yang indah dan memiliki pemandangan yang sejuk di Taman Rindu Alam, ada tempat wisata Pasir Panjang yang merupakan tempat favorit bagi warga Singkawang untuk berlibur.
Di Singkawang begitu mudahnya menemukan kelenteng tempat sembahyang bagi kebanyakan etnis Tionghoa yang banyak bermukim di Singkawang. Karena itu Singkawang mendapat julukan sebagai Kota Seribu Kelenteng.
Satu lagi Singkawang terkenal dengan amoy-amoy-nya yang cantik dan memikat serta membawa nikmat. Lelaki mana yang tidak tertarik dengan Amoy Singkawang yang aduhai itu? Tak heran Singkawang juga dijuluki sebagai Kota Amoy.
Keadaan kota memang sudah banyak berubah, tak ubahnya dengan keadaan kota-kota lainnya yang terus berkembang. Kehidupan modern tak dapat ditolak lagi kehadirannya.
Hidup di Kota Singkawang, taklengkap kalau tidak mencicipi makanan khasnya, apalagi kalau bukan mie tiaw atau mie goreng. Hampir semua warga menyukainya. Itu juga yang menjadi makanan favoritku sejak kecil.
Berjalan sendirian menikmati gemerlap Kota Singkawang pada malam hari memang asyik. Tentu saja yang menjadi perhatianku adalah amoy-amoy Singkawang yang cantik-cantik itu.
Malam itu aku ada janji dengan seorang kawan, Aliong untuk bertemu di sebuah kedai kopi. Saat datang, Aliong sudah berada di tempat bersama seorang amoy. Wow cantik dan seksi. Sesama orang hakka, kami sudah terbiasa bicara dalam bahasa sehari-hari warga Singkawang.
"Jong pan ngin ngi? Ho mo?" Itulah kalimat yang diucapkan Aliong saat aku berada di hadapannya.(Apa kabarmu? Baikkah?)