[caption id="attachment_414071" align="aligncenter" width="624" caption="ilustrasi Akik/Kompasiana(kompas.com)"][/caption]
Sekitar dua tahunan ini negeri kita, Indonesia dilanda demam batu akik. Namanya demam, bikin panas dingin kantong para pengemar batu akik karena harus mengeluarkan dana lebih. Selain itu tidak tua, muda, anak-anak, ibu-ibu pun tak mau ketinggalan. Entahlah siapa yang memulai. Melihat ini sampai ada yang bilang kembali ke zaman batu.
Fenomena
Semakin ke sini bukan semakin mereda demam batu akik ini. Sebab kalau kita perhatikan, pasaran batu akik ini justru semakin membahana. Di pusat batu akik yang ada di Jakarta, tepatnya di Rawa Bening saja, para penjual dan pembeli sampai membludak di pinggir jalan.
Sekarang para penjual bahan batu akik ini bukan hanya dengan membuka lapak-lapak di pinggir jalan, tetapi juga menggunakan mobil-mobil bak terbuka. Pembelinya tak berkurang sepi. Belum lagi para tukang gosok atau asah batu akik ini semakin banyak saja. Bahkan para penghobi batu akik tak sedikit yang membuat mesin untuk menggosok batu akik sendiri.
Sekarang penjualan batu akik sudah merambah ke mall dan di pajang dalam etalase dan mulai ada toko-toko yang khusus menjual batu akik seperti layaknya toko ponsel.
Seperti kita ketahui pasaran batu permata dan akik di Indonesia kebanyakan adalah asli Indonesia tapi sudah mendunia. Seperti Bacan yang bisa dibilang menjadi primadona baru batu akik Indonesia yang paling banyak diburu para kolektor batu belakangan ini. Dimana batu akik asli Maluku ini harganya mencapai dari ratusan ribu sampai ratusan juta.
Selain itu masih ada Batu Giok Aceh dari Aceh, Sungai Dareh dari Sumatra Barat, Bunggur dari Lampung, Kecubung asal Kalimantan, Raflesia asal Bengkulu, Lavender atau Spirtus dari Sumatra Selatan. Tentu saja tak ketinggalan batu-batu akik asal Garut dan Jakarta yang sudah terkenal sebelum musim demam batu akik saat ini. Batu Panca Warna dan Batu Hijau serta Batu Pandan.
Fenomena demam batu akik saat ini tentu ada positif dan negatifnya. Ada yang menanggapi dengan senyum manis ada pula dengan cibiran sinis.
Positifnya bisa menggerakkan ekonomi rakyat, karena batu akik merupakan hasil tambang alam dapat memberikan penghasilan tambahan atau bahkan menjadi penghasilan utama. Dengan kata lain membuka lapangan pekerjaan baru.
Sebaliknya karena kurang teratur dalam mengolah hasil alam ini membuat lingkungan menjadi rusak. Selain itu juga bisa merusak kantong para suami yang ikut latah demam batu. Jadi kolektor dadakan. Batu ini beli, batu itu beli tanpa memerhatikan isi kantong.
Antara Sinis dan Senang
Tentu saja banyak yang senang, selain seperti yang disebutkan bisa membuka lapangan baru, ada kesenangan tersendiri bagi mereka yang sebelumnya sudah hobi dengan memiliki batu-batu akik. Bisa menjadi topik pembicaraan seru dan pamer batu akik koleksinya.
Bagi yang tidak suka dengan barang yang satu ini tidak sedikit yang mencibir dan menertawakan mereka yang sedang demam batu akik. Bahkan ada yang menganggap mereka yang suka memakai batu akik sama dengan dukun.
Ada persepsi bahwa batu-batu akik itu ada isinya. Jin atau makhluk halus. Sebab itu dengan memakai batu akik sama saja dengan memelihara makhluk halus. Sebaliknya persepsi kita apabila memakai sesuatu yang dianggap sebagai identitas agama, maka dianggap baik dan dekat dengan Tuhan.
Apakah demikan?
Namanya persepsi tentu saja bisa benar dan seringkali malah banyak salahnya. Apakah -batu-batu akik bukan ciptaan Tuhan? Bila kita sejenak memandangi batu-batu akik yang indah dan unik, maka kita akan takjub dan semakin kagum dengan Maha Karya Sang Pencipta.
Jadi masalahnya adalah bagaimana kita menyikapi suatu hal. Bisa saja identitas-identitas agama yang kita pakai dan dianggap suci membuat kita memberhalakannya. Namun batu-batu akik yang kita anggap sesuatu yang berhala membuat kita semakin meng-Agung-kan Tuhan.
Mengelola Hasil Alam
Bagaimana pun batu-batu yang ada di perut atau di atas bumi semuanya adalah hasil alam dan kita perlu mengelolanya supaya bermanfaat. Nah, menjadikan batu-batu alam menjadi batu cincin tentu memiliki nilai ekonomi tinggi. Apakah ini salah?
Masalah kemudian ada yang menjadikan batu-batu tersebut sebagai benda mistik atau disalahgunakan, itu kembali kepada orangnya. Agama pun bila disalahgunakan bisa menjadi mistis.
Tetapi yang tak dapat dipungkiri bahwa setiap benda memiliki energi alamnya tersendiri yang bisa berpengaruh positif maupun negatif. Tergantung bagaimana kita memanfaatkan dan menyikapi.
katedrarajawen@pembelajarandisebua