[caption id="attachment_170526" align="aligncenter" width="565" caption="Hey, negro eh, maaf bro... gue minta maaf yeee//Tribunnews.com "][/caption] "Aku telah membuat kesalahan dan menyesal dengan apa yang telah terjadi," ucap Suarez. " Kemudian melanjutkan,"Aku harusnya menjabat tangan Patrice Evra
sebelum pertandingan. Aku ingin meminta maaf atas tindakanku," Demikian pernyataan resmi yang dimuat di situs resmi The Red, julukan Liverpool. (dikutip dari Tribunnews.com) Sebuah tindakan sportif dilakukan Suarez setelah insiden menolak jabat tangan dengan Evra yang menjadi polemik dan menuai banyak kecaman. Termasuk dari manager MU, Alex Ferguson. Terungkap sudah, ternyata memang Suarez yang menolak berjabat tangan dengan Evra pada saat Liverpool melawat ke Old Trafford, Sabtu (11/2/2012) Atas pernyataan maaf Suarez ini, pihak MU menyambut dengan tangan terbuka dan bersikap positif. Saya yakin, apa yang dilakukan Suarez tidak serta-merta datang begitu saja. Pasti melalui pertimbangan dan perenungan yang panjang. Sampai kemudian dapat melembutkan hati untuk mengakui kesalahan yang telah dilakukannya. Lalu meminta maaf dan itu bukan sebuah ungkapan yang hanya basa-basi. Urusan meminta maaf memang gampang-gampang susah. Ada orang yang demikian gampangnya mengucapkan kata "maaf" dengan tulus ketika menyadari telah melakukan kesalahan. Ada juga yang dengan mudah meminta maaf, tapi sekadar untuk basa-basi saja tanpa makna. Sebaliknya tidak sedikit orang yang begitu sulitnya untuk menyatakan permintaan maaf. Walau tahu ia bersalah. Mulut seakan terkunci gembok yang kuat sekali. Tangan serasa mati rasa untuk menuliskan satu kata "maaf". Contoh nyata adalah para pemimpin atau pejabat atau wakil rakyat kita. Sudah nyata-nyata menyakiti hati rakyat dengan melakukan perbuatan korupsi. Belum pernah kita mendengar ada yang secara terbuka menyatakan permintaan maaf. Malah mati-matian membela diri. Bukannya permintaan maaf, tapi pembenaran. "Ah, semua juga melakukan hal yang sama! Apa salahnya kalau saya juga melakukannya?" atau "Kami ini hanya korban biaya mahalnya berpolitik!" Maaf, ini sedang berbicara tentang bola atau politik sih? Untuk saat ini memang sulit membedakan antara bola dan politik. Mungkin sebentar lagi bakal ada PBSI, Partai Bola Seluruh Indonesia he he he ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H