Tenang, tenang, dan tenang. Lama-lama mata sedikit terbuka. Ada terdengar suara. Melirik sana sini. Mulailah tergoda. Pikiran jadi macam-macam melihat kondisi kiri kanan. Ketenangan mulai berubah liar bagai perilaku sang monyet.Â
Mereka yang satu ruangan dengan saya di ruang tunggu tentu sama juga kondisinya dengan saya yang sedang menunggu keluarga yang dalam kondisi kritis di ruang ICU.Â
Kenapa mereka beda dengan yang saya lakukan?Â
Sementara saya khusyuk berdoa, lah mereka malah sibuk dengan main gawai masing-masing. Masih bisa senyum-senyum lagi. Keterlaluan.Â
Beginilah pikiran nakal saya bereaksi. Ada keluarga sakit, apalagi dalam kondisi kritis, semestinya berdoa. Bukan malah sibuk dengan hal lain. Â
Apa artinya?Â
Nah, bukankah demikian biasanya yang terjadi perilaku orang yang merasa dirinya paling baik dan benar?Â
Dalam kebaikan  kita malah sibuk menghakimi orang lain. Merasa diri yang paling baik dan benar sedunia. Padahal yang benar belum tentu demikian.Â
Akhirnya perbuatan baik justru menjadi tidak baik dan  benar.  Hal ini justru menunjukkan siapa diri yang sesungguhnya.
Sayangnya acap kali kita tak menyadari kebodohan kita ini.Â
Kita memang sering kali spontan tergoda menilai apa yang tampak oleh mata sebagai kebenaran. Kenyataan yang ada belum tentu demikian.Â