Saya memang terlalu cepat naik darah saja kalau menemukan ada anak yang saling melempar tanggung jawab untuk merawat orangtua yang sedang sakit.Â
Sering demi kenyamanan sendiri dan tidak mau repot lebih memilih cukup mengeluarkan biaya daripada memberikan perhatian secara langsung. Berpikir mentang-mentang sudah keluar biaya dan itu lebih dari cukup. Lupa orangtua juga butuh perhatian.Â
Saya semakin terbawa perasaan tambah naik darah, apalagi alasannya dicari-cari demi pembenaran diri seakan hal itu lebih penting daripada merawat orang yang telah merawat dirinya sepanjang hidup.Â
Mungkin ini berlebihan, tetapi itulah saya. Padahal diri sendiri juga belum bisa merawat orangtua dengan cara yang terbaik. Kadang hanya bisa berdoa, kalau boleh dan bisa biarlah penyakit itu pindah ke saya. Mau gampang saja, kan?Â
Sebagai anak saya hanya berusaha tahu diri dan meneliti kisah yang telah dilalui. Di mana orangtua telah merawat dengan susah payah dan memberikan perhatian sepenuh hati. Bahkan sejak dalam kandungan tanpa peduli pada dirinya sendiri.Â
Sementara itu semua agama--jadi apapun agama kita--mengajarkan adalah kewajiban seorang anak merawat orangtua. Bakti pada orangtua adalah kemuliaan seorang anak. Kewajiban. Entahlah kalau ada yang berpikir bekerja demi menghidupi keluarga lebih mulia. Karena termasuk ibadah.Â
Bagaimana bisa bila setiap hari mampu bersujud pada Tuhan, tetapi tidak mau merawat orangtua? Bukankah ini omong kosong saja?
Tuhan yang tak terlihat dipuja, mengabaikan orangtua yang ada di depan mata.Â
@cerminperistiwa 08 Juni 2021Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H