Sebenarnya ada perasaan  kecewa sambil menahan sakit. Ya sudahlah.Â
Setelah mencari tempat alternatif dan hasilnya sama. Kebetulan tulang urutnya juga  ada acara pengajian.Â
Mau tidak mau balik lagi ke tempat semula. Ternyata acara belum selesai. Terpaksa menunggu. Entah sampai kapan?Â
Anak kemudian berusaha menanyakan ke temannya barangkali ada mengetahui tempat urut.Â
Akhirnya dengan informasi yang kurang begitu jelas kami tetap berusaha mencari. Tak perlu waktu lama bertemu juga tempatnya.Â
Namun orangnya tak ada. Terpaksa menunggu lagi cukup lama. Kadang menunggu itu pekerjaan yang menyiksa.Â
Ketika orangnya datang dan melihat tempat prakteknya saya merasa puas. Rupanya tempat ini memang khusus untuk pasien patah tulang.Â
Setelah ditangani dalam waktu yang tidak lama, bayangan sakit luar biasa sebelumnya tidak terasa.Â
Anak saya sampai bertanya,"Papi kok tidak menjerit? Emang gak sakit?" Jelas sakit, hanya masih bisa saya tahan.Â
Saya berpikir, kalau waktu itu jadi ditangani oleh tukang urut yang pertama kali kami datangi. Paling hanya diurut-urut dengan menahan sakit yang luar biasa.Â
Jadi, awal rasa kecewa akhirnya malah merasa beruntung.Â