Katedrarajawen _"Papi tidak panik lihat jarinya begitu?"Â
Itulah pertanyaan anak  dalam perjalanan mengantar saya ke rumah tukang urut yang biasa kami pergi.Â
Mungkin ia penasaran karena melihat saya masih tenang-tenang dan bercanda setelah mendapat kecelakaan. Celana sobek dan jari bengkok plus bengkak.Â
"Tidak panik."Â
Itulah jawaban saya. "Buat apa panik? Sudah kejadian." Kata-kata lanjutan untuk menenangkan.Â
Mengapa saya katakan demikian?
Sebenarnya ada juga muncul panik dan semacam kata 'andaikan... ', hanya segera saya tepis agar tidak mengisi celah pikiran. Buat apa?Â
Kepanikan justru akan menambah berat pikiran. Menambah rasa sakit. Menambah masalah baru.Â
Begitulah yang kerap terjadi biasanya. Ada masalah atau kecelakaan yang tampil ke depan si panik mencari muka.Â
Masalahnya itu selanjutnya yang menjadi muka kita. Muncul wajah panik. Tambah masalah. Semakin celaka. Bukankah semakin menderita?Â
Oleh sebab itu, saya katakan tidak panik, walau dalam hati ada sedikit merasakan. Namun saya pendam dalam-dalam. Saya bungkam sebelum menjadi tuan.Â