Membaca yang Tak Ada Kata

Bagaimana dengan kotoran. Maaf. Sepertinya iseng. Tidak. Kotoran memang menjijikan. Sadarkan tubuh kita ini juga menampung kotoran? 

Bukan hanya kotoran yang tampak oleh mata. Kotoran batin setiap hari kita produksi. Mengapa kita tidak jijik? 

Walau seonggok kotoran. Ia mampu memberi rasa nyaman pada cacing-cacing hidup di dalamnya. 

Kita sebagai manusia. Apakah mampu memberikan rasa nyaman pada sesama? Orang-orang di sekitar. Mereka yang bergaul dengan kita. 

Burung-burung. Pada pagi hari riang gembira berkicau. Bersahutan menikmati sejuknya suasana. Tanpa kerisauan. 

Kita manusia. Pagi-pagi malah berkejaran di jalanan. Kesetanan. Melanggar aturan demi sampai ke tempat kerja.  Lalu keluarlah jurus pembenaran. 

Mengejar waktu. Makanan pun tak bisa dinikmati lagi sarinya. Pagi-pagi mengejar waktu. Di lain waktu malah  buang-buang waktu. Seakan waktu demikian berharga. Tak sadar pula  menyia-nyiakan waktu. 

Sedikit contoh membaca buku kehidupan. Hal yang sederhana. Mungkin akan menjadi bahan tertawaan. Menganggap sebagai kurang kerjaan. 

Namun buat saya. Itulah mutiara kehidupan. Saya pungut. Renungkan. Jadilah mutiara kata. Lalu membagikan kembali pada kehidupan. 

Bisa ada kejadian yang sama. Namun bisa memakai dengan berbeda. Ibarat masakan. Bahannya sama. Mengolahnya bisa jadi makanan yang berbeda.

Begitu terbentang buku suci kehidupan yang tiada henti memberikan pengajarannya. Apabila ada kesadaran untuk belajar memetik hikmat yang ada.