Itulah ilmunya. Sebelum melampiaskan kemarahan. Berpikir kembali. Meneliti kesalahan itu pada diri sendiri.
Apakah bahasa atau cara komunikasi yang tidak baik, sehingga tidak dipahami. Celakanya malah bisa salah mengerti.Â
Ini ada kisah nyata yang masih sangat saya ingat. Waktu itu pimpinan saya berkata kepada seorang tukang kebun,"Itu nangka dibungkus semua ya."Â
Kebetulan di pabrik memang ada satu pohon nangka yang sepanjang tahun berbuah.Â
Tanpa tanya lagi. Langsung eksekusi. Sebelum jam istirahat tukang kebun ini melapor. Bahwa semua angka sudah dibungkus. Selesai?Â
Tidak ternyata. Timbul kehebohan. Apa gerangan yang terjadi?Â
Ketika pimpinan ini sudah dengan berbunga-bunga hendak melihat hasil kerja tukang kebun yang dianggap kinerjanya luar biasa ini.Â
Yang terjadi malah kaget setengah mati. Nah, loh!Â
Benar. Semua nangka, yang berjumlah 32 biji sudah terbungkus rapi. Tetapi semuanya ada di bawah pohon.Â
Sebenarnya pimpinan ini sudah mau meledak marahnya. Namun tertahan. Berbalik jadi geli dan tertawa. Jadi pesta nangka. Padahal semua nangka itu belum ada yang matang.Â
Kita kembali ke kalimat "Itu nangka dibungkus semua ya."Â