Suatu waktu orang yang biasa mengambil limbah di pabrik ditegur oleh seorang manajer. Yang mana melalui CCTV manajer tersebut melihat ada anak buahnya kencing sembarangan. Untuk itu diingatkan, agar menegur anak buahnya dan  lain kali jangan ulangi
Awalnya ia tidak menerima, karena ia tahu sekali anak buahnya yang cuma satu tidak melakukannya. Lagi pula ciri-ciri orang yang disebutkan lain. Tetapi manajer itu kekeuh kalau itu anak buahnya.
Ia cerita dan  meyakinkan hal tersebut ke saya dan saya mengamini. Selama saya.bersama mereka memang anak buahnya itu tidak ke mana-mana.
Lalu saya anjurkan untuk komplain saja kalau memang tidak terima. Buka CCTV dan lihat sama-sama. Apakah orang yang kencing sembarangan itu anak buahnya.
Saya yang sebenarnya tidak ada hubungan langsung dengan masalah sebenarnya tidak terima juga. Menuduh orang sembarangan. Wah, ini pencemaran nama baik namanya.
Ia mengatakan akan menyelesaikan masalah ini dengan menghadap menajer itu untuk menyampaikan keberatan atas tuduhan tersebut. Karena yang kencing sembarangan bisa saja orang lain. Namanya pabrik, pasti banyak orang.
Namun beberapa hari kemudian, ia mengatakan masalahnya sudah selesai. Baguslah saya pikir. Tetapi di luar dugaan saya cara penyelesaiannya itu.
Yakni, ia minta maaf atas kejadian tersebut dan anak buahnya tidak akan mengulangi lagi.
Kenapa? Ia mengatakan, daripada ribut-ribut, saling ngotot, lebih baik minta maaf dan selesai. Karena manajer itu juga tidak memermasalahkan lagi.Â
Hebat juga saya pikir, tampang boleh preman, tetapi mau mengalah juga untuk minta maaf atas sebuah ketidakbersalahan.