Dalam duel seru yang menentukan juara kompetisi Liga 1 Indonesia antara Persija Jakarta versus Mitra Kukar  di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, Minggu sore (9/12/2018) ada peristiwa yang menarik perhatian.
Bukan soal kemenangan Persija yang akhirnya meraih tropi tertinggi kompetisi persepakbolaan Indonesia. Ada dua momen yang memunculkan pemikiran.
Pertama kejadian di depan gawang Mitra Kukar. Terjadi gangguan yang dilakukan pemain Persija atas penjaga gawang Mitra, sehingga tidak bisa melakukan penyelamatan untuk mencegah terjadinya gol.
Atas kejadian ini para pemain termasuk juga pelatih Mitra melakukan protes keras kepada wasit yang tetap mengesahkan gol Persija. Padahal sebelumnya terjadi pelanggaran atas penjaga gawangnya.
Wasit tetap pada keputusannya. Walau keputusan ini berbau kontroversial dan bisa saja adalah sebuah kesalahan. Keputusan sudah diambil. Bagaimana lagi. Dalam kondisi ini sulit sekali wasit bisa mengubah keputusan yang telah diambil.
Kecuali di Liga 1 sudah menggunakan teknologi VAR atau video assistant referee, sehingga wasit bisa melihat ulang momen yang menjadi kontroversial lalu mengambil keputusan dengan benarÂ
Begitulah dalam kehidupan yang mungkin juga terjadi pada kita sebagaimana yang dialami pada seorang wasit. Walau telah mengambil keputusan yang salah sulit untuk mengubahnya karena kondisi dan situasi atau aturan. Bisa jadi juga karena memang tidak menyadari apa yang terjadi adalah sebuah kesalahan.
Ketika kita mengambil sebuah keputusan yang sebenarnya salah, tetapi kita meyakini sudah benar. Padahal orang-orang di dekat kita sudah mengingatkan. Baik secara lembut maupun dengan keras, kita bergeming dan tetap melakukan hal yang sebenarnya salah itu. Akhirnya penyesalan yang ada. Apa guna?
Kedua, bola terkena tangan pemain Persija yang berada di area pinalti yang konsekuensinya berbuah pinalti. Dalam tayangan ulang berkali-kali terlihat jelas bola memang mengenai tangan pemain tersebut.
Namun anehnya si pemain tetap melakukan protes ke wasit dengan menunjuk ke arah paha. Pasti maksudnya bahwa bola tidak mengenai tangan tetapi pahanya.
Ini sama seperti ketika kita sudah melakukan kesalahan tetap tidak mau terima dan masih mencari alasan yang tidak masuk akal.