Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kebaikan yang Bukan Kebaikan

10 November 2018   22:54 Diperbarui: 10 November 2018   23:16 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Malam itu sehabis menemani mama di sebuah rumah sakit di Jakarta, saya bermaksud pulang. Namun di lobi saya bertemu seorang ibu yang menawarkan minuman hangat, susu jahe.

Karena sedang tidak fokus saya kurang memedulikan tawaran tersebut. Hanya sekilas memandang ke ibu yang menawarkan. Lagi pula memang sedang kurang berminat untuk beli-beli.

Namun setelah beberapa langkah melewati, kaki saya tertahan dan balik kembali untuk membeli sebungkus. Jadi dalam hal ini saya membeli bukan karena memang sedang ingin membeli. Ada sesuatu motivasi lain.  Saya kira semacam teguran atau pengingat dari dalam diri. Lalu muncul rasa kasihan.

Pasti hal ini muncul sebab sudah lama tak sensitif lagi merespek suara hati, sehingga banyak kesempatan untuk melaksanakan suara hati dalam bentuk perbuatan baik terlewatkan.

Ternyata ini pun masih belum cukup untuk menggetarkan jiwa saya dalam-dalam. Baru dalam perjalanan rasa sesal itu muncul. Kenapa saya hanya membeli satu? Bukan dua, tiga, atau empat, bahkan lima?

Di satu sisi mengatakan sebenarnya masih mampu untuk membeli beberapa bungkus. Namun di sisi lain ada pembelaan bahwa masih banyak keperluan lain yang mendesak.

Toh yang penting sudah membeli untuk menambah omset penjualan ibu itu. Lagi pula masih bisa menambahkan kebaikan itu dengan mendoakan, agar dagangannya laku semua.

Demikianlah bila kebaikan hati masih penuh dengan pertimbangan dan perhitungan, sulitlah melakukan kebaikan yang sesungguhnya. Melakukan kebaikan pun setelah ada pengingat, bukan berbuat secara alami.

Yang lebih menyedihkan masih saja selalu ada pembelaan atau pembenaran untuk tidak melakukan kebaikan yang lebih lagi.  Yang penting sudah berbuat baik. Bukankah sungguh sebuah persepsi tentang kebaikan yang tidak baik?

||Pembelajarandarisebuahperistiwa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun