Karena ada suatu keperluan saya pergi ke Kejaksaan. Di tempat parkir yang berada di bahu jalan sudah ada calo-calo yang menawarkan jasa.
Sedikit berbasa-basi, setelah itu si calo mengatakan bahwa barusan ada 'orang Prabowo' yang menggunakan jasanya sambil menunjukkan foto profil WhatsApp orang tersebut bersama Pak Prabowo.
Spontan saya tergelitik mengatakan kalau saya 'orangnya Jokowi'. Dengan santai si calon berkata,"Gak apa sih, politik kan bebas." Wah cerdas juga.
Tak mau kalah saya juga menunjukkan gambar profil WhatsApp saya yang foto bareng bersama Pak  Jokowi di Istana Merdeka.
Langsung ia berseru,"Wuih, orang kuatnya juga nih, Abang!"
Dalam hati saya berbisik,"Ya, orang kuat. Kuat makan!"
Sebenarnya ada rasa bangga dan risih. Bagaimana tidak bangga bisa foto bersama dengan RI1? Bisa foto artis saja atau seorang idola biasanya sudah bisa bangga dan pamer.
Kenapa risih? Seringkali sebagai manusia kita suka pamer kebanggaan atau menjual nama seseorang untuk tujuan tertentu. Punya saudara pejabat ini-itu, punya teman jenderal A, B, dan C. Sepertinya percaya diri sekali bila punya saudara atau kenalan orang punya kedudukan atau terpandang.
Padahal secara derajat kita sebagai manusia semuanya adalah sama. Apakah mereka semua benar-benar bisa membantu atau menyelamatkan kita?
Sesungguhnya  yang paling layak menjadi tumpuan Sang Penolong dan Penyelamat hanyalah Dia, Pencipta Alam  Semesta ini. Inilah yang membuat risih, karena seringkali lalai akan hal ini.
||Pembelajarandarisebuahperistiwa