Saya tidak menutupi bahwa saya termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang tidak menyukai tindak-tanduk Ratna Sarumpaet. Apalagi setelah melakukan yang diakuinya sebagai kebodohan karena entah setan mana yang telah merasuki dirinya. Yakni kebohongan atas penganiayaan yang dialaminya.
Atas Kebohongan ini, tentu yang sebelumnya tidak menyukai akan semakin mendalam rasa ketidaksukaan itu dengan diiringi tawa dan cemoohan. Begitulah yang terjadi. Mungkin juga akan ada yang berkata, "Rasain" dan "Syukurin".
Namun malam itu, entah malaikat mana yang menyusup ke dalam hati ini, ketika berdoa, agar menyisipkan doa untuk Ratna Sarumpaet dan mereka yang ikut menyebarkan kebohongan itu. Tentu doa demi mengasihi, Â kebaikan dan kesadaran. Bukan doa yang melaknat atau mengutuk.
Mendoakan orang yang tidak kita sukai? Apa pula ini? Lagipula saya bukanlah orang yang penuh dengan kebajikan. Apa untungnya?
Namun ketika bahasa kasih yang berbicara, maka tiada diskriminasi lagi. Adil, bahwa doa dan kebaikan itu tiada batasnya. Bisa dilakukan kepada siapa dan di mana saja dengan tanpa syarat.
Masalahnya adalah seberapa kita respek dengan bahasa kasih atau suara nurani yang setiap waktu yang hadir silih-berganti menjadi sebuah tindakan.
Apakah selama ini kita selalu respek? Bukankah kita lebih memilih mengabaikan dan menganggap sebagai yang tak bernilai, sehingga berlalu menjadi kesia-siaan? Menyedihkan nian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI