Hari-hari sekarang ini untuk menjadi manusia yang tahu diri dan sudah cukup sungguh tidak mudah. Apalagi di lingkungan dan dalam pergaulan untuk menemukan jenis manusia ini juga sudah sangat sulit. Dalam artian ada tapi langka. Kalau yang sekadar merasa pasti banyak.
Yang banyak itu adalah manusia-manusia yang tak tahu diri dan penuh keserakahan. Jujur, ini memang seperti sedang menulis tentang diri sendiri. Ini kenyataan, tak perlu membela diri.
Baru-baru ini saya meminta seorang pekerja di pabrik untuk mengecat rumah yang akan ditempati. Tidak ada pembicaraan soal upah untuk hal ini. Tahu sama tahulah. Pokoknya sama-sama senang saja prinsipnya.
Karena mulai kerjanya dari jam 9 pagi, sehingga menjelang Maghrib belum selesai. Padahal sudah saya bantu sampai pakai acara jatuh segala. Untung selamat, cuma sedikit sakitnya.
Sebenarnya mau saya paksakan sampai selesai bisa saja. Tetapi saya pikir yang penting bagian dalam sudah rapi ya sudahlah. Bagian luar lain waktu bisa saya kerjakan sendiri.
Sekarang waktunya untuk memberikan imbalan hasil kerjanya. Saya hendak 4
Ketika saya serahkan ia langsung mengatakan sudah cukup. Loh, kok aneh? Kebanyakan? Ya sudah, kalau begitu saya tambahkan tiga puluh ribu saja. Tetap ia tidak mau dan mengatakan sudah cukup sambil menghindar ketika saya paksa untuk menerimanya. Tidak mungkin saya pukul supaya ia mau menerimanya.
Ada hal yang menarik untuk memetik pembelajaran dari kejadian ini. Walau dari  seorang pekerja  biasa, bukan orang arif . bijaksana yang berceramah di atas mimbar.
Pertama soal tahu diri. Rekan kerja ini pasti merasa bahwa pekerjaannya belum selesai, sehingga merasa tidak berhak menerima  upahnya secara penuh. Karena selama ini ia sering juga menerima pekerjaan dari rekan lain di pabrik pada saat libur. Jadi soal harga ia sudah mengerti.
Kedua soal sudah cukup. Dalam hal merasa cukup itu yang susah. Seperti jelas kita ketahui bahwa yang jadi koruptor itu adalah pasti orang yang sudah berkecukupan. Namun tetap merasa belum cukup, sehingga tidak tahu diri untuk mengambil yang bukan haknya. Begitulah kehidupan.
|| Pembelajaran dari sebuah peristiwa