Aku memang takut dan kini menyadari melawan kemarahan dengan kemarahan sama saja menyirami api dengan minyak. Kemarahan bagaikan anakku sendiri. Aku semestinya menerima apa adanya dia. Menyayangi, bukan memanjakan. Sampai kemarahan bisa jinak dan dapat dikendalikan. Binatang buas saja bisa dilatih dan jadi penurut begitu aku menyimpulkan.
Si marah tak senang,"Hei manusia sok bijak jangan samakan aku dengan binatang buas ya. Dasar otak sudah miring nih!" Pikirannya sudah sinting pula."
Apakah aku harus kembali marah atas semua provokasi si marah?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H