Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tanya : Apa yang Hendak Dikabarkan dengan Menyebarkan Foto-foto Korban Terorisme yang Bersimbah Darah?

14 Januari 2016   20:53 Diperbarui: 14 Januari 2016   21:36 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apa yang Hendak Dikabarkan dengan Menyebarkan Foto-foto Korban Terorisme yang Bersimbah Darah? ~ 

20:17 14 Januari 2016

  

Terbersit tanya apa yang hendak dikabarkan dari sebuah tragedi kemanusiaan dengan menyebarkan foto para korban? Tanya itu hadir ketika tersiar kabar gambar-gambar itu telah tersebar secara berantai. Ada rasa tak mengerti dan untuk memahami dengan akal sehat pun terasa berat. Tak salahlah bila di antara teman yang masih memiliki rasa tega mengingatkan agar menutup pintu untuk menerima kiriman. Apalagi ikut menyebarkan demi menjaga para manusiawi. 

Tak dapat didustai kebenaran ini bahwa kehidupan dari waktu ke waktu semakin menebalkan hati, sehingga rasa manusiawi tak peka lagi. Hal ini terjadi bila tak lagi mampu menjaga jati diri. 

Dahulu bila terjadi kasus pembunuhan bulu kuduk ini langsung berdiri. Menimbulkan rasa mual berhari-hari. Kini berita pembunuhan tak lagi menggetarkan hati. Bahkan mendengarnya pun sudah timbul rasa geli. Tak lagi ada syaraf mengalami sensasi. 

Tak habis tanya memang semua ini. Mengapa hal-hal yang berhubungan dengan kemanusiaan tak selalu menimbulkan perasaan pedih dan bulu roma berdiri? Tak jarang lagi menjadi olok-olok dan tertawa geli. Tidak peduli ada yang tersakiti. 

Sejatinya kehidupan memang adalah perubahan. Semua ini tak bisa terhindari. Tentu membutuhkan bijak untuk mengikuti. Meninggal kekerasan hati meninggalkan tradisi yang tak sesuai zaman lagi. Namun perubahan zaman tak layaklah membuat kehilangan rasa kemanusiawian. Apalagi harus mengikuti perubahan dengan menanggalkan sejati diri. Hal yang tak dapat dikompromi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun