Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Biksu dan Pendeta Bergandengan Tangan

8 Maret 2013   04:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:08 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada rasa haru dan tersentuh disertai sedikit air mata yang tertahan. Membaca kisah Ajahn Brahm, biksu kepala di Australia yang diundang berceramah pada upacara pemakaman kepala biara Katolik.

Bagaimana awalnya menjadi hal yang janggal, sehingga mengundang perhatian umat di Gereja Anglikan tersebut. Dimana pada akhirnya seluruh umat berdiri memberi penghormatan tatkala Ajahm Brahm berjalan bergandeng tangan dengan pendetanya.

Atas peristiwa ini, Ajahn Brahm menulis: [Perbedaan antar umat beragama hanyalah diciptakan oleh orang-orang yang tak memahami apa yang mereka omongkan. Pemimpin agama sejati itu pasti akan selalu bisa saling merangkul dan berjalan bersama.]

Saya pikir indah sekali apa yang disampaikan oleh Ajahn Brahm. Selama ini perbedaan antar agama itu ada kesengajaan diciptakan, agar masing-masing pihak dapat mengklaim agamanya yang terbaik.

Perbedaan sengaja dipelihara, agar semua pihak punya kesempatan untuk merendahkan dan melecehkan agama lain.

Bahwa dengan selalu menonjolkan perbedaan masing-masing agama, maka akan selalu ada perdebatan untuk saling menjatuhkan. Akan ada pihak yang menjadi pemenang.

Padahal, mereka yang sejatinya memahami kebenaran agamanya tidak akan melakukan semua hal itu. Tapi akan saling merangkul dan bergandeng tangan hidup dalam persamaan dan kesepahaman.

Bukankah ini yang menjadi tujuan adanya agama di muka bumi ini? Umat manusia hidup damai dan saling bergandengan tangan. Tujuan mulis yang mungkin sudah jauh dari ingatan. Termakan oleh keegoan dan kefanatikan semu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun