Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Wajah Bengkok, Hati Lurus

5 Maret 2013   12:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:17 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"Yang penting hatinya lurus terus walau mukanya bengkok, daripada mukanya mulus tapi hatinya bengkok?" itulah kalimat yang saya ucapkan untuk kawan baik saya yang sedang menderita sakit bell's palsy.


Saat itu saya menanyakan keadaan penyakitnya. "Bagaimana, sudah sembuh?"


"Kondisi sih udah mendingan. Tapi mukanya masih agak bengkok!"


"Syukurlah, jadi masih bisa menikmati dulu," sahut saya.


Saya kenal baik dengan kawan ini. Tahu bagaimana hatinya. Walau sekarang mukanya berubah bengkok tapi jalan hidupnya masih lurus.


Sebagai manusia pasti kita begitu khawatir dengan keadaan fisik kita. Kita pasti ketakutan bila tiba-tiba wajah berubah jadi menyong atau bengkok. Berbagai usaha akan kita lakukan untuk mengobatinya.


Namun anehnya bila hati kita setiap saat bengkok-bengkok masih bisa tenang saja. Kita malah menganggapnya sebagai hal biasa. Padahal itu termasuk penyakit rohani yang perlu maha penting untuk diobati.


Pada jaman sekarang tak dipungkiri manusia lebih mementingkan penampilan luarnya. Poles sana-sini agar menjadi mulus. Menjaga penampilan sebaik mungkin dan menarik perhatian.


Tetapi di balik penampilan yang halus dan mulus, hati masih bersisik dan tidak lurus. Masih menggunung amarah dan kebencian. Masih diselimuti iri dan dengki. Keserakahan dan kelicikan masih menyertai. Nafsu dan asusila masih membara.


Kita tertipu. Menganggap tubuh jasmani yang kelihatan sebagai yang asli dan tubuh rohani yang tak tampak sebagai yang palsu.


Padahal sesungguhnya tubuh jasmani hanya seonggok daging yang akan hancur pada waktunya. Sementara tubuh rohani adalah yang asli dan akan terus abadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun