Sampai saat ini tiada lelah para anti atau pembenci Wakil Gubernur Jakarta (Ahok) berjuang untuk melakukan serangan. Padahal pada awalnya menjadi calon wakil gubernur saja senjata mematikan sudah dihantamkan. Yakni isu SARA. Tapi tidak mempan.
Ketika sudah terpilih pun senjata yang bernama SARA pun masih dilancarkan. Tetapi semua mental berbalik menghantam penyerangnya sampai terpojok tak berkutik.
Ketika ketidak-senangn dan sakit hati bercampur, maka kebencian pun tak bisa dipadamkan. Perjuangan tetap harus berlanjut apapun yang terjadi. Walau harus menanggung malu.
Senjata 100 pengacara untuk melawan Ahok dikumandangkan. Tapi ternyata cuma koar-koar belaka. Pada akhirnya seratus pengacara itu raib entah ke mana. Tak ada gaungnya.
Ketika santer masalah Ahok Center seakan mendapat peluang untuk menjatuhkan Ahok bagi barisan sakit hati. Ternyata tak kena sasaran. Tak ada kelanjutan. Melempem.
Ahok yang tampil menjadi pemimpin yang bicaranya ceplos-ceplos pun dijadikan bahan untuk menyerang. Segelintiran wakil rakyat yang temannya diobok-obok Ahok turun tangan sampai mati-matian mempermasalahkan dan bawa-bawa aturan. Lapor sana-lapor sini untuk menjatuhkan Ahok. Tak mendapat tanggapan lantas malu sendiri. Kabur dari ruang sidang.
Ahok jadi tertawa. Tidak ada orangnya diundang. Begitu datang pada pulang semua. Ngambek ceritanya. Begitu ternyata mental wakil rakyat kita.
Dari semua itu ternyata sampai saat ini masih ada yang tetap dengan semangat empat lima dan tanpa rasa malu mengatai Ahok sebagai si kutu loncat yang haus jabatan.
Padahal serangan dengan senjata kutu loncat itu sudah basi sekali dan menjadi bahan tertawaan. Karena tak bisa membedakan kutu loncat demi kekuasaan atau kutu loncat untuk mewujudkan idealisime.
Partai politik itu adalah ibarat kendadaraan yang akan membawa seseorang pada tujuannya. Ketika seseorang merasa bahwa kendaraan yang ditumpanginya tidak mampu memngantar dirinya sampai pada tujuan. Berpindah kendaraan adalah sebuah pilihan.
Kita bisa melihat sendiri apa tujuan Ahok dengan menjadi kutu loncat. Yang jelas bukan demi kekuasaan dan kekayaan. Bisa ditelusuri jejaknya.