Tak terbayangkan untuk menyekolahkan Si Dede di sekolah yang katanya bertaraf internasional itu. Dimana biayanya pasti tidak sedikit. Bisa berpuluh juta, yang tentu tidak sesuai isi kantong.
Sekolah bertarap internasional, lebih cocok bagi mereka yang uang bukan masalah dan sibuk, sehingga menyerahkan semuanya pada sekolah untuk mendidik anak-anaknya.
Bagi Si Dede untuk bersekolah di swasta saja yang 'cuma' beberapa ribu sebulan sudah kepayahan. Sampai raport harus ditahan segala.
Setelah dua tahun di TK dan SD sampai kelas tiga ini di sekolah yang sama. Akhirnya Si Dede harus dipindahkan ke sekolah negeri sebelum kenaikan kelas atas bantuan Pak RW.
Sebagai orang tua tentu sedih memikirkan Si Dede yang harus berpisah dengan teman-temannya.
Kami menghiburnya,"Gak apa-apa ya De, pindah ke negeri? Nanti kalau udah SMP baru sekolah di _sambil menyebut nama sebuah sekolah unggulan."
Tetapi ternyata Si Dede dengan ceria menjawab,"Gak apa-apa. Dede gak sedih kok pindah ke negeri. Kan Dede juga udah SSB (sekolah sepak bola)."
Terbukti di hari pertamanya kemarin Si Dede bersekolah di tempat barunya dengan gembira.
Istri saya bilang,"Biarin deh, Dede sekolah di negeri tapi otaknya swasta. Nanti mami genjot Dede terus di rumah."
Loh kok gitu?
Tak dipungkiri, sekolah di negeri memang agak sedikit longgar pelajarannya selama ini. Di sekolah Si Dede memang agak ketat dan ada pelajaran tambahan. Seperti melukis dan bahasa mandarin.