Seorang Guru Zen diminta untuk menasehati keponakanya yang hidup foya-foya dan memuaskan hawa nafsu sepanjang waktu.
Karena selama ini para kerabat sudah dengan berbagai cara menasehatinya tidak membawa hasil.
Untuk memenuhi permintaan itu sang Guru Zen harus melakukan perjalanan jauh. Sekalian untuk menemui keponakannya yang sudah lama tak ia temui.
Ketika sudah bertemu keponakannya, Guru Zen itu tidak menasehati sepatah kata pun. Sepanjang malam ia hanya bermeditasi. Semua kerabat heran.
Saat pagi Guru Zen itu hendak pulang, ia berkata,"Saya sudah tua. Tangan saya begitu lemah dan bergetar. Tolong bantulah saya mengikat tali sepatu ini."
Bergegas keponakannya membantu dengan. Guru Zen itu melanjutkan,"Lihatlah, manusia itu semakin hari bertambah tua dan lemah. Keponakanku, rawatlah tubuhmu baik-baik."
Guru Zen itupun pergi tanpa sedikit pun menyinggung perilaku sang keponakan selama ini yang dikeluhkan keluarganya. Dimana hidup boros dan bermain perempuan.
Tetapi sejak itu, terjadi perubahan drastis pada perilaku sang keponakan. Terjadi reformasi total pada dirinya.
Meninggalkan kehidupannya yang sia-sia.
Adakalanya seribu kata bermakna penuh nasehat tidak lebih berguna daripada beberapa kata sederhana.
Yang terpenting nasehat itu bukan hanya teori. Tetapi sang Guru Zen telah menjadikan dirinya sebagai contoh soal.
Sang Guru Zen merupakan contoh guru yang tidak menggurui untuk menasehati seseorang. Namun dengan menunjukjan bukti kehidupan yang langsung menyentuh kesadaran.