Pengajaran hidup itu bisa datang dari apa dan siapa pun. Tergantung bagaimana kita menyikapinya.
#
Yang namanya konflik dalam rumah tangga, pasti akan selalu ada. Sekadar perang kata-kata atau perang piring terbang. Bisa saja terjadi. Seringkali tak terhindar bila emosi sudah menguasai diri.
Itulah "indahnya" berumah tangga, kata orang-orang. "Peperangan" akan menambah kemesraan suami-istri. Begitukah?
Saya pun ingin menikmati "kemesraan" itu, maka marahlah saya. Walau sudah menahan diri dan berusaha tenang. Namun "peluru amarah" meluncur juga melalui SMS.
Mungkin istri yang curhat atau pesannya terbaca Si Dede, kemudian ia protes melalui telepon,"Papiii... Jangan marahin Mami sih. Kasihan tuh Mami jadi sedih!"
Mendengar perkataan Si Dede, perasaan jadi lemas. Tak bisa membantah lagi.
"Iya, De. Gak marah lagi kok sekarang."
"Papi janji ya gak marah sama Mami lagi? Kalau Papi salah harus minta maaf," pesan "si kakek-kakek".
Apa yang dikatakan Si Dede, rasanya sulit untuk membantah atau ikut memarahinya. Walau kata-katanya sederhana, tapi ada kekuatan dan energi positif yang menyertai.
Saya pikir, pengajaran itu bisa datang dari siapa saja. Tergantung dari keterbukaan hati kita untuk menerima atau menolaknya.
Bahwa Tuhan bisa meminjam apa dan siapa pun untuk mengajari umat-Nya adalah kebenaran yang acapkali kita abaikan.
Tiba-tiba kita kehilangan barang yang paling disukai. Perkataan seorang anak atau orang yang tidak dikenal. Hanyalah sedikit contoh yang saya yakini pernah kita alami.