Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Politik

Marzuki Alie: Terimalah Pemimpin Non Muslim!

27 Agustus 2012   05:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:16 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marzuki Alie saat berada di kediaman, Kompleks Widya Chandra, Jakarta//Tribunnews.com

Dalam acara Fatayat Nahdlatul Ulama, yang diadakan Cawagub Jakarta, Nachrowi Ramli, Ahad 26 Agustus 2012. Ketua DPR RI menegaskan untuk memilih pemimpin yang seiman. Karena itu adalah keharusan sebagai Muslim.

Pernyataan Marzuki Alie ketika itu secara tersirat jelas mendukung pasangan Foke-Nara dan jangan memilih pasangan Jokowi-Ahok.

Namun usai acara, Marzuki Alie menegaskan agar warga Jakarta harus bisa menerima pemimpin non Muslim bila kelak memang terpilih.

"Islam memang menganjurkan umatnya memilih pemimpin seiman, tapi jika pemimpin yang terpilih non-muslim, kita harus menerima, tidak ada masalah," ujar Marzuki Alie seperti yang dikutip dari Tempo.Co.

Dengan kata lain, kalau sampai non Muslim yang terpilih jadi pemimpin, itu artinya sudah takdir. Jadi mau tidak mau harus diterima dan itu tidak masalah.

Dengan bahasa lainnya, yang utama piliihlah pemimpin yang seiman. Karena itu yang seharusnya. Namun apabila yang terpilih non Muslim mau tidak mau harus rela. Bukan begitu, Pak Alie?

Mencermati Pilkada DKI Jakarta yang semakin ramai soal memilih pemimpin yang seiman yang dilontarkan para tokoh belakangan ini.

Moga-moga saja kata "seiman" itu tidak dipahami dalam arti seiman dalam hal yang negatif. Seiman dalam korupsi misalnya.

Jangan-jangan ini yang terjadi selama ini, sehingga tidak heran korupsi semakin merajalela. Gawat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun