Lelaki itu, semalaman sudah memikirkan dalam-dalam keputusannya apapun resiko yang harus dihadapi. Ia tegar dengan sikapnya. Bukan hanya tubuhnya saja yang tampak tegar, tapi juga sikapnya. Kumis tipis yang tumbuh rapi semakin menambah kewibawaannya sebagai seorang lelaki. Sorot matanya tajam. Jiwanya tenang. Hari itu ada keputusan penting yang akan diumumkannya. Terkait isu yang menimpanya. Bahwa ketika menjadi pimpinan daerah ia telah melakukan kecurangan. "Media itu sekarang memang brengsek. Seenak udelnya menulis berita. Cuek saja, Pak. Jangan ditanggapi! Kalau masih ngeyel kita tuntut saja!" istri lelaki itu seperti kebakaran jenggot. Entah jenggot yang mana, sambil meremas-remas koran yang memuat berita tentang suaminya. Dengan tenang dan wajah dingin lelaki itu menanggapi,"Sudahlah, Bu. Tak usah kesal begitu, toh." Sejak berita kecurangan yang terus diangkat media, lelaki itu mendapat masukan banyak sekali. Bahkan orang-orang tim sukses menanggapi dengan santai. "Tenang saja, Pak. Tidak ada bukti! Kami yang akan menangani." Sebenarnya bisa saja sejuta pembenaran dan bantahan dilakukan. Seperti yang sudah biasa dilakukan para pejabat umumnya yang terkena kasus. Tetapi demi kebenaran suara hati, lelaki itu mengumumkan dalam konferensi pers di kantornya. "Saya telah melakukan kesalahan. Melakukan money politik dan sebagian uang yang digunakan adalah tidak halal. Itu adalah kesalahan. Karena itu, pada kesempatan ini, saya mengundurkan diri dari jabatan saya. Saya pamit. Saya melakukan semua ini, tanpa ada tekanan pihak manapun. Benar-benar atas keinginan dari hati yang terdalam." Dalam ketegarannya, ada airmata yang membasah. Lelaki itu berusaha menutupi dengan tersenyum. Para insan pers seakan tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Begitu juga para pejabat teras yang hadir saat itu. Ada yang geleng-geleng kepala. Ada yang mencibir,"Dasar pejabat bodoh!" Ada juga yang sinis,"Mau jadi pahlawan kesiangan tuh!" Sekali lelaki itu berkata,"Saya pamit. Masalah money politik, saya serahkan kepada hukum yang berlaku." Dari luar gedung sayup-sayup terdengar,"Hidup Pak Bupati! Hidup Pak Bupati! Hidup Pak Bupati!" "Kami ingin pejabat yang jujur. Kalau melakukan kesalahan berani mengakui dan memperbaiki. Bukannya bertele-tele untuk membuat rakyat kecele."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H