Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Lupakan Nazaruddin, Anas, dan Angie!

19 Februari 2012   06:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:28 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1329632168143649908

[caption id="attachment_172056" align="aligncenter" width="400" caption="freedigitalfotos.net "][/caption] Polemik tiada akhir di negeri ini. Setiap hari mengalir tiada henti. Ada saja yang bisa dipublikasi. Syukur-syukur menjadi sensasi. Nazaruddin, Anas, dan Angie menjadi bintang akhir-akhir ini. Selalu menjadi pemberitaan di media cetak, online sampai televisi. Sampai-sampai masalah pribadi ditelanjangi. Mari sejenak kita berintrospeksi. Tidak perlu saling membenci dan mengutuki. Pun antipati terhadap perkembangan ini. Mari duduk sini. Ada titip pesan dari Sang Guru untuk menggugah nurani. Semoga berarti. # Berpolemik dan skeptis hanya buang energi. Ingat kebutuhan pokok masih bisa dibeli. Bantuan BOS masih mengalir ke siswa-siswi. Tunjangan masih mengalir ke semua instansi. Jamkes masih berlaku sampai saat ini. Pembangunan infrastruktur masih dijumpai. Pasar-pasar masih ada transaksi. Banyak orang masih bisa jual-beli. Ekonomi masih berjalan di sana-sini. Pemerintah tetap berusaha walau setengah hati. Bursa efek masih banyak dikunjungi. Tandanya pemerintah masih berfungsi. Masih ada harapan di negeri ini. Basmi tikus tak perlu membakar lumbung padi. Revolusi harus berpikir 1000 kali. Orang yang tak berdosa selalu korban revolusi. Peristiwa MEI '98 menjadi saksi. Hanya rakyat jelata yang bersedih. Korban rusuh Mei tak ada yang peduli. Bajingan koruptor lolos di luar negeri. Penjahat dan kerah putih senyum berseri-seri. Yang miskin makin miskin menyendiri. Yang kaya makin kaya bereksistensi. Orang lemah dan miskin tereliminasi. Inilah potret bangsaku saat ini. Inilah hasil dari reformasi. Ingat Mei '98 adalah setengah revolusi. Berpolimik dan skeptis hanyalah beban pikiran. Siapa yang dengan tenang dapat menjernihkan kekeruhan. Akan ada kedamaian. Walaupun teratai tumbuh di antara lumpur dan kotoran. Akarnya tetap bersih putih tanpa tercemarkan. Aku tidak suka jadi batu giok yang memukaukan. Lebih baik jadi batu kolam yang tidak diperhatikan. Manusia dilahirkan akan berjalan menuju kematian. Orang yang amat sibuk mencari keuntungan yang berlebihan. Mati sebelum waktunya diantara 10 ada tiga-an. Mengapa hal seperti itu bisa terjadi demikian. Karena manusia terlalu tamak mengejar harta kekayaan. Yang penting kehidupan harus dilandasi keseimbangan. Seperti ada langit dan bumi, lahir dan mati, ada laki-laki dan perempuan. Hidup adalah perjuangan. Dengan perjuangan mendapat keuntungan. Adanya kelebihan bisa buat kebajikan. Buat apa pikirkan hal masih khayalan dan ketidakpastian. Setia pada negara tidak selalu harus melakukan hal yang luar biasa. Menjadi rakyat yang bisa hidup tekun dalam kebaikan, tidak melanggar hukum dan mau bekerja. Itupun sudah setia pada negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun