[caption id="attachment_170371" align="aligncenter" width="" caption="selebrasi Evra di samping Suarez yang memancing//inilah.com "][/caption] Sebenarnya Luis Suarez atau Patrice Evra-kah yang menolak berjabat tangan saat tim keduanya, Liverpool dan Manchester United bertemu dalam bigmatch Sabtu (11/2/2012) di Old Trafford? Media ramai-ramai memberitakan bahwa Suarez-lah yang menolak berjabat tangan dengan Evra setelah berjabatan dengan de Gea. Demikian juga yang tampak di layar kaca saat kita menyaksikan siaran langsungnya. Tindakan Suarez lantas mendapat kecaman dari Ferguson yang mengatakan bahwa Suarez tidak layak mengenakan kostum kebenaran The Read. Benarkah Suarez yang menolak berjabatan tangan dengan Evra? Mengutip dari Inilah.com yang mengutip dari situs resmi penggemar Liverpool, The
Kop, ternyata justru Evra yang terlebih dahulu menolak jabat tangan ketika Suarez menjulurkan tangannya. Suarez sebenarnya telah menjulurkan
tangannya terlebih dahulu. Namun tiba-tiba Evra menolak berjabat tangan dan kemudian menggenggam lengan Suarez, membuat seolah-olah Suarez yang menolak berjabat tangan. Bahkan mereka memiliki bukti otentiknya. Melihat selebrasi Evra yang berbau provokasi kepada Suarez usai pertandingan yang hampir melahirkan insiden baru. Mungkin kita akan bertanya-tanya. Mengapa Suarez begitu kesal terhadap Evra. Seperti kita ketahui pada insiden perkataan "negro" kepada Evra yang mengakibatkan Suarez kena sanksi 8 kali tidak boleh bertanding. Hal itu dipicu oleh perkataan "latino" oleh Evra kepada Suarez. Namun justru kemudian Evra yang bernyanyi kepada media, bahwa Suarez telah melakukan perbuatan rasisme kepadanya. Sebenarnya dapat dipahami kalaupun sampai Suarez tidak bersedia berjabat tangan dengan Evra. Ibarat kata, Evra yang buang hajat, justru Suarez yang kena baunya. Jadi dalam kasus menolak jabatan tangan ini, sebenarnya siapa sesungguhnya yang menolak? Terhadap suatu kebenaran, terkadang kita tidak hanya bisa menilai dari apa yang kita lihat, dengar ataupun baca dari luar. Karena banyak kebenaran bisa dikamuflase atau dipelintir. Yang salah bisa menjadi seakan-akan benar. Sebaliknya yang benar dapat berubah seolah-olah salah. Yang disayangkan adalah kemudian berdasarkan kebenaran sepihak kita menilai dan menjatuhkan vonis dengan penghakiman. Dalam kasus perseteruan Suarez dan Evra, tentu hanya nurani mereka atau Tuhan yang mengetahui kebenarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H