Julukan buruk boleh tersemat kepada diri kita. Tetapi kita bisa mengubahnya menjadi sebuah tantangan untuk menjadi tidak seperti itu.
Entah harus sakit hati atau bangga mendapatkan julukan sebagai nabi palsu, tukang copas, penulis sok bijak, sok idealis sampai penulis iseng selama bergabung di Kompasiana. Yang pasti membuat dahi saya berkerut dan kuping memerah.
Namun saat sejenak mengingat kembali, lumayan bisa membuat tersenyum. Diam-diam saya harus mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah sudah dan rela menyematkan semua julukan tersebut.
Mengapa? Sebab atas usaha mereka menciptakan julukan yang spesial untuk saya itulah, membuat dan merangsang saya untuk lebih bersemangat menulis.
Minimal untuk memberikan pembuktian, bahwa mereka salah. Saya berharap para pemberi julukan itu, akhirnya harus gigit jari dan kecewa.
Saya juga pasti telah membuat mereka merana. Sebab saya tidak terjebak atas permainan mereka dengan julukan yang menjerumuskan itu. Namun saya melakukan perlawanan dengan terus menulis. Bahwa saya bukan seperti itu. Tidak seburuk yang mereka pikirkan.
Karena saya tahu semua itu hanya pelampiasan sifat sinis dan sirik yang terpendam dalam jiwa mereka. Kalau dikeluarkan, bukankah bisa meringankan jiwa?
Pada akhirnya memang semua julukan yang dilayangkan kepada saya hanyalah "fitnah" semata. Terbukti saya adalah asli manusia biasa, bukan nabi palsu. Saya bukan tukang copas, tapi selalu menulis mengandalkan hati dan otak saya sebisanya.
Saya juga bukan orang atau penulis yang sok bijak. Yang benar adalah orang yang sedang berusaha belajar jadi penulis bijak.
Apakah saya penulis sok idealis? Yang saya tahu saya menulis sebisa yang saya bisa. Kalau kemudian dianggap sok idealis ya sudah, tak apa toh?
Bagaimana dengan status penulis iseng? Bila saya hanya penulis iseng, sudah pasti tidak akan mungkin menyisihkan waktu setiap hari menulis.