Saya tidak akan mengatakan, bahwa agama saya yang terbaik kepadamu, walaupun itu adalah agama terbaik bagi saya! Karena ketika aku mengatakan, bahwa agamaku terbaik, kamu pasti akan merasa, saya sedang mengatakan, bahwa agamamu bukan yang terbaik. Padahal engkau yakin, agamamulah yang terbaik!
*Seorang sahabat (kompasianer) melalui inbox menanyakan pendapat saya atas tulisan-tulisan yang mengklaim bahwa agamanyalah yang paling benar dan tepat yang kemudian menciptakan perdebatan panjang. Lalu saya tertarik dan ingin bicara langsung dengannya.
Saya katakan, tentu saja tidak ada yang salah bila seorang penganut agama mengklaim dan menulisnya itu sebagai yang paling benar. Itu memang seharusnya! Justruakan terasa aneh dan menggelikan kalau ia mengatakan, bahwa agamanya tidak benar.
Tetapi juga tidak tepat kalau harus menuliskannya di ranah umum yang terdiri dari berbagai penganut agama lainnya. Kompasiana misalnya.
Karena pasti akan menimbulkan perdebatan. Lain halnya kalau tulisan itu diterbitkan di komunitas khusus penganut agama tersebut untuk menambah keimanan penganutnya.
Tentu hal itu tidak masalah.
Ketika sudah menjadi perdebatan pasti tidak akan menemukan ujungnya. Karena ketika yang berbicara adalah keegoan maka pasti masing-masing merasa yang paling benar. Merasa terpanggil untuk membela agama dan Tuhannya.
Lalu dikeluarkanlah jurus-jurus maut yang bernama ayat-ayat suci masing-masing. Dikaji dari berbagai sudut dan pemahaman.
Tetapi tetap saja tidak akan ada ujungnya, karena masing-masing pasti merasa yang paling benar.
Seperti kita tahu, ketika salah satu penganut agama mengatakan bahwa agamanyalah yang paling benar, berarti secara tidak langsung juga ia ingin mengatakan agama lain tidak benar.
Nah, tentu saja hal ini menimbulkan ketersinggungan penganut agama lain.
Oleh sebab itu, saya katakan lagi ke sahabat baik ini. Walaupun saya yakin telah menganut kepercayaan sebagai yang paling benar dan telah tepat memilihnya.
Tapi saya tidak akan mengatakannya ke publik umum. Karena itu tak lebih sebagai pertunjukan keegoan saja. Kemudian juga akan memancing keegoan penganut lain lain.
Karena itu saya lebih memilih hati nurani sebagai agama ketika berada di ranah umum. Sebab itu lebih bersifat universal dan setiap orang memilikinya.
Dalam setiap agama juga ada berbicara tentang hati nurani. Roh kebenaran sejati.
Setiap manusia memiliki hati nurani atau roh suci pemberian Sang Pencipta. Itulah yang membuat manusia hidup dan sebagai makhluk yang mulia.
Kalau hati nurani yang selalu menjadi penguasa atas tubuh kita yang fana ini, maka klaim-klaim sebagai yang terbaik dan paling benar akan bisa disingkirkan.
Yang ada adalah semua klaim itu diwujudkan dalam perilakunya untuk berbuat sebagai yang paling benar dan baik kepada semua umat manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H