Aku memiliki nurani, sumber kebaikan dan kebenaran. Tetapi aku jarang dapat hidup menggunakannya! Sungguh sayang memang. Aku semestinya mulai belajar mempergunakannya dalam keseharian!
* [caption id="attachment_85671" align="alignleft" width="300" caption="Bukan hati Nurani//muslimdaily.net"][/caption]
Satu hal yang selalu Sang Guru ajarkan kepadaku adalah hidup jujur berpegang pada nurani. Karena manusia memang sepatutnya bisa hidup menggunakan nuraninya.
Untuk itu Sang Guru berpesan,"Nurani adalah sumber kebenaran dan kebaikan. Jujur, tiada kebohongan di dalamnya. Bila bisa hidup sesuai nurani, maka tak akan sanggup melakukan kebohongan dan kesalahan. Karena akan suara petir dari dalam yang menghantam memberi hukuman!"
"Sebenarnya apakah nurani itu, guru?" Aku bertanya untuk mencoba memahami tentang nurani yang begitu sering didengar.
"Nurani itu adalah diri manusia yang sejati, yang memiliki keabadian untuk terus melakukan perjalanan hidupnya. Nurani ada roh suci yang terdapat dalam diri setiap manusia. Siapapun dia, baik yang jahat maupun baik, nurani yang dimiliki tiada berbeda sedikitpun. Sama cemerlangnya, karena semua adalah pemberian Sang Pencipta."
Mendengar penjelasan Sang Guru, langsung timbul sebuah pertanyaan. "Guru, dikatakan setiap manusia memiliki nurani yang sama, dimana adalah sebagai sumber kebaikan. Lalu mengapa manusia ada yang baik dan ada yang jahat? Bukankah semua harus baik?"
Mendengar pertanyaanku, Sang Guru tersenyum mengangguk. Aku tak tahu maknanya.
"Ya, sahabatku. Pada dasarnya manusia memang baik adanya. Tetapi ketika manusia terlahir ke dunia untuk mengarungi kehidupannya. Lambat laun hati nuraninya tercemar debu-debu kekotoran batin. Nafsu dan ego mulai ada.
Keserakahan, kebencian, kebohongan, kedengkian, kemaksiatan, kemalasan, dan sifat-sifat negatif lainnya, mulai menutupi sinar kebaikan nurani. Dimana tentunya setiap orang berbeda kadar kekotorannya.
Yang bisa menjaga diri dan dalam kendali tentu bisa hidup dalam kebaikan. Tetapi yang tidak bisa menjaga diri dan lepas kendali, maka akan membentuk dirinya menjadi jahat. Semua ini adalah antara sadar dan sesat saja.
Ketika sadar, maka kebaikan yang menaungi. Tetapi ketika sesat, maka yang ada adalah kesalahan yang terjadi. Sesungguhnya perjalanan hidup ini adalah membersihkan nurani, bukannya mengotorinya lagi, sehingga akan muncul kesadaran. Karena kesadaranlah yang akan menuntun kepada keabadian."
Mendengar penjelasan Sang Guru yang panjang lebar, membuat aku sedikit bingung. Namun aku berusaha mencernanya dengan konsentrasi penuh. Nurani dan nurani adalah sesuatu yang hakiki. Kapankah bisa bersih tanpa terkotori, sehingga aku dapat menjadi manusia sejati?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H