"Bekerja tetapi tidak membanggakan kepandaiannya. Berjasa tetapi tidak mengakuinya. Oleh karena mengakui tidak mempunyai apa-apa, maka ia tidak pernah kehilangan apa-apa!"
>Konfusius<
Sebuah kalimat bijak yang saya temukan di kalender yang tergantung di dinding membuat sejenak saya merenungkannya kembali. Karena ingin saya jadikan sifat atau prinsip hidup saya. Tetapi memang tidak mudah mewujudkannya dalam perilaku dan memang tidak setiap orang bisa mempraktekkannya.
Namun keinginan yang ada tak pernah sirna. Keinginan yang layak diwujudkan dalam sebuah pencapaian. Walaupun berat, tetapi berharap suatu saat terwujud, minimal mendekati.
Pada kenyataan saat ini, dunia justru dipenuhi orang-orang yang selalu membanggakan apa yang telah dilakukannya. Selalu merasa lebih unggul dari yang lain.
Bekerja dan berbuat baik dengan selalu mengharapkan pamrih dan penghargaan lalu membanggakannya agar dunia mengetahui.
Oleh sebab itu berbagai cara dilakukan demi meraih kenamaan dan penghargaan atas apa yang dilakukan.
Untuk sebuah kebaikan, bila perlu mengundang media, agar kebaikan yang lakukan tersebar kemana-mana, agar semua orang tahu dan memujinya sebagai yang baik dan berbudi.
Kemelekatan pada wujud begitu menguasai hati dan pikiran manusia. Seakan tak rela bila hasil kerja dan kebaikan yang dilakukan tak ada yang mengetahuinya.
Berbuat baik tanpa pamrih adalah ungkapan basi, karena setiap kebaikan baru berarti bila mendapatkan balasan ada yang memuji dan materi.
Bila ada yang rela berbuat baik tanpa pamrih bahkan dicap sebagai manusia bodoh dan sok suci.
Walaupun demikian, tak perlu membuat kita berkecil hati untuk mengikuti suara nurani berbuat baik tanpa mengharapkan pamrih.
Sebab kita seringkali hidup selalu merasa memiliki sesuatu, maka saat kita kehilangan dan tak memilikinya akan membuat kita kecewa dan menyalahkan.
Coba sejenak pikirkan dengan jernih, sebenarnya apa yang menjadi milik kita? Karena ketika terlahir ke dunia kita tidak membawa apa-apa. Semua dalam keadaan telanjang.
Lalu apa yang harus kita akui sebagai milikku?
Ketika bisa membebaskan diri dari tanpa rasa kepemilikan, melepaskan diri dari keegoan, bukan berarti kita akan kehilangan semuanya. Tetapi segalanya justru akan menjadi milik kita. Saat ada kehilangan, kitapun tetap merasa tak terbebani oleh rasa kehilangan. Sebab memang tak ada yang hilang, ketika hati kita merasa tidak memiliki apa-apa.
Bisa membebaskan diri dari rasa kepemilikan maka akan memiliki kebebasan yang sesungguhnya. Bisa membebaskan diri dari rasa memiliki jasa pahala, maka akan memiliki segalanya.
Inilah kebenarannya yang bisa kupahami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H