Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

#K (Kasih, Lebih Mengasihi atau Mengasihani?)

11 Desember 2010   00:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:50 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Refleksi Diri Dari A-Z:


Kasih yang dimiliki setiap manusia adalah bagaikan pelita untuk menerangi kegelapan. Tetapi adakah kasih itu telah tumbuh di hatiku?


Kata tentang kasih mungkin saja sudah bosan kudengarkan dan kutuliskan. Tetapi sudahkah aku telah memahami maknanya dengan sepenuh hati?

Apakah hidupku telah diisi dengan mengasihi sesama, sebagaimana aku yang mengaku mengasihi Tuhan?
Kasih adalah sebuah ketulusan tanpa pamrih. Sungguh-sungguh hanya memberi dengan panggilan nurani.

Kasih adalah tanpa membedakan dan ada perbedaan, mengalir dari kedalaman relung hati penuh kerendahan hati.
Berani menunduk merendahkan hatinya untuk memahami orang-orang yang membencinya.
Kasih itu adalah memaafkan tanpa syarat.
Kasih adalah dapat memahami penderitaan makhluk lain dengan berdaya upaya untuk membebaskan.
Kasih itu tidak berpangku tangan tetapi rela sepenuhnya berkorban.

Aku adalah manusia yang memiliki hati untuk mengasihi, tetapi sungguh sayang aku lebih memilih untuk mengasihani.
Sebab kasih yang kumiliki hanya ada di ruang pemikiran dan sebatas pada kata-kata indah tanpa realisasi nyata.
Sungguh hanya dalam omong kosong belaka.

Seharusnya aku menutup muka dan pantas menjadi malu manakala kasih itu belum mampu aku wujudkan dalam kehidupan nyata kepada sesama.

Dalam sejarahnya banyak jejak-jejak teladan yang telah ditinggalkan oleh para nabi dan para suci tentang mengasihi. Rela mengorbankan kasihnya yang kecil untuk menyebarkan kasih yang lebih besar secara universal melampaui batas tempat dan waktu. Bahkan sampai saat ini masih bisa aku rasakan.
Seharusnya semua kasih yang ada dapat memberiku motivasi dan inspirasi untuk mewujudkan kasih itu dalam kehidupan nyata.

Alangkah berartinya satu perilaku mengasihi dari seribu kata mengasihani. Alangkah lebih indahnya kasih itu terwujud dalam laku, daripada kata kasihan dari kejauhan.
Kebenarannya adalah kasih itu bukan kata-kata.
Bila hanya bisa mengasihi dalam kata-kata itu baru sekadar mengasihani saja.
Betapa kasihannya aku bisa hanya bisa melakukan sebatas itu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun