Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tak Ingin Mati, Namun Sudah Mati, Mau Apalagi?

14 Oktober 2010   02:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:26 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Waktu kematian, bukanlah waktu yang tepat untuk menyesali segala kesalahan . . .

*
Pemuda itu, memandangi mayat dijalanan yang hanya ditutupi koran.
Seakan ia mengenalinya, ia memandangi tak lepas-lepas.
Tapi ia yakin itu bukan dirinya.

Kemudian ia bergumam:
Kasihan sekali pemuda itu, harus mati muda akibat kebut-kebutan.
Bodoh sekali, nyawa melayang dengan sia-sia.

Tiba-tiba muncul disampingnya seorang kawan, dengan setengah berbisik berkata :
Hey, kamu yang bodoh! Mayat yang terbujur kaku itu adalah dirimu.
Perhatikan baik-baik!
Kamu telah mati, kawanku!

Pemuda itu tak percaya penuh tanya :
Apa?
Aku telah mati?
Benarkah aku telah mati?
Tidak mungkin!

Sang kawan menyakinkan :
Kawan, terimalah nasibmu dan kematianmu. Ini kenyataan!

Ia mengerang : Tapi aku tak ingin mati. Aku belum mau mati!

Dengan nada penyesalan :
Dalam hidup aku masih belum melakukan yang berarti. Lebih banyak waktu yang aku isi dengan sia-sia.
Masih banyak menyimpan salah dan kedurhakaan.

Sang kawan mengingatkan :
Menyesalpun sudah tiada guna. Seperti diriku juga yang karena gelap mata mati gantung diri diatas pohon itu! Hari ini, kaupun harus mati menabraknya.
Sekarang kita jadi setan gentayangan penunggu pohon ini, kawan!

Melihat tubuhnya diangkat kedalam ambulan, pemuda itu hanya bisa menangis tanpa bisa berbuat apa-apa lagi?

Apakah ini nasib atau takdir?
Ya,? Nasib dan takdir yang diciptakan oleh diri sendiri!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun