Agama menjadi kebanggaan dan tempelan dalam bentuk simbol-simbol ataukah menjadi perilaku? Tentunya diri kita yang bisa memastikan!
*
Hampir setiap hari berlalulalang dijalanan ada saja saya menemukan tempel-tempelan dikendaraan berupa simbol dan tulisan yang berbau agama.
Hari ini melihat tanda salib tertempel dibuntuti sepeda motor. Besoknya ada lagi tempelan huruf-huruf arab disamping sebuah mobil. Lusanya terlihat lagi, tertempel tulisan huruf pali berupa sabda Sang Buddha.
Sering pula ditemukan dalam kendaraan berupa gantungan dengan berbagai model simbolnya.
Mungkin sebagian dari masyarakat kita yang beragama suka melakukannya. Karena karakter manusia memang suka memamerkan kelebihan dan sesuatu yang bisa dibanggakannya.
Apakah salah?
Tergantung dari sudut pandang mana kita menilainya dan maksud dari yang melakukannya.
Saya tidak tahu dengan jelas tujuannya, tetapi hanya bisa menduga-duga secara umumnya seseorang melakukan hal ini.
Bila seseorang suka memperlihatkan simbol-simbol agamanya. Mungkin untuk menunjukkan bahwa ia beragama sesuai dengan simbol yang diperlihatkan.
Sebagai simbol keselamatan karena menyakini ada kekuatan yang terdapat dalam simbol-simbol agama tersebut.
Tetapi memang banyak pemeluk agama menggunakan simbol-simbol agamanya untuk menunjukkan kebanggaan pada agamanya.
Wajar sebenarnya, tetapi agama bukanlah simbol-simbol, kebanggaan, dan keselamatan.
Agama jalan kebaikan dan kebenaran untuk menjadikan kita baik dan benar sesuai kehendak Tuhan.
Agama seharusnya adalah menjadi perilaku kebajikan dan kebenaran pada Tuhan dan sesama dalam hidup sehari-hari.
Agama adalah sebagai jalan pengabdian pada kehidupan.
Agama seharusnya dijadikan sebagai tuntunan hidup berkualitas dan bermoralitas dalam keadaan masyarakat yang kacau pada saat ini.
Bukan lagi saatnya hanya untuk menjadi dipamerkan dan diperdebatkan yang justru membuat kita semakin jauh dari esensi agama yang sesungguhnya.
Bila agama hanya lebih diwujudkan dan dipahami sekadar dalam bentuk simbol dan slogan, yang ada hanyalah membuat kita semakin angkuh. Terlena dalam kemuliaan dan kebaikan agama yang kita anut, sehingga lupa diwujudkan dalam perilaku.
Membuat kita lupa inti ajaran agamanya itu sendiri agar menjadi rendah hati dan semakin mengasihi.