Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bule Kejedot Kaca ( Menertawakan Kemalangan )

12 September 2010   06:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:17 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang enak dan bisa terhibur saat kita menertawakan kemalangan orang lain, padahal mungkin saja saat itu kita sendiri sedang dalam kemalangan. Yang penting ketawa dulu!

* + * + *
Saat menunggu untuk cek pekerjaan di lobby sebuah sekolah internasional di Kemang. Terlihat seorang bule _ yang saya pastikan ada guru di sekolah tersebut_ bolak-balik dari lobby ke tempat parkir. Dimana antara lobby dan tempat parkir dibatasi kaca.
Sekali dua kali keluar masuk tidak ada masalah.
Rupanya bule ini sedang menunggu rekan-rekannya untuk pulang bersama, karena hari itu memang sudah sore, selesai bubaran sekolah.

Tiba suatu kali ingin keluar dari tempat parkir lagi, terdengar sebuah suara yang sedikit mengagetkan. Karena saya memang berdiri tidak jauh dari tempat kejadian. Ternyata si bule menabrak kaca pembatas yang berdiri kokoh.
Saya sendiri melihat bulenya kaget dan kelabakan. Tapi saya tidak sempat melihat ekspresinya selanjutnya. Karena saya segera memalingkan muka, seakan-akan tidak melihat kejadian tersebut.

Awalnya saya tertawa lepas, kemudian tertahan. Kasihan juga, tidak tega menertawakan kemalangan orang lain didepan mata ( hahaha_ sekarang kan tidak didepan mata lagi).

Segera saya ingat peristiwa yang saya alami sendiri ketika hendak mejeng di mall Atrium, Senin-Jakarta, waktu masih muda dulu. Dimana mall baru ada satu dua.
Ketika itu dengan gayanya berjalan, saat hendak masuk bukannya melalui pintu, justru dinding kaca yang ditabrak, sehingga segera mengundang perhatian.
Saya masih membayangkan bagaimana malunya saya saat itu. Tapi saat ini malah geli sendiri.

Walaupun sambil menahan geli, rasanya memang saya tak sanggup untuk terus tertawa.

Umumnya kita manusia memang terbiasa untuk menertawakan kemalangan orang lain. Seakan-akan kemalangan orang lain itu bisa menghibur kita. Terkadang menertawakan masih belum cukup, masih disertai mensyukurinya.
Kita telah kehilangan rasa untuk mengasihi.

Berhubungan dengan menertawakan kemalangan, pada jaman sekarang banyak juga yang tak segan menjual kemalangannya untuk ditertawakan. Atau juga sengaja memalangkan dirinya untuk ditertawakan.
Malang nian!

Pada saat ini, saya cukup untuk menertawakan kemalangan saya dahulu, karena belum sanggup untuk mengasihi kemalangan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun