Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cium Tangan: Kerendahan Hati dan Keangkuhan

24 Agustus 2010   03:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:46 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap tradisi atau pengajaran dari leluhur sebenarnya penuh dengan makna dan ajaran tentang budi pekerti. Hanya sayangnya terkadang kita bisa memaknainya dengan baik dan mendalam, sehingga menjadi tiada makna dan kemudian menjadi suatu kebiasaan yang biasa saja!

* * *
Pagi ini saat berangkat kerja, saya melintas disebuah sekolah, saya
melihat setiap murid yang datang mencium tangan seorang guru
yang berdiri di gerbang.
Sebenarnya banyak sekolah juga mengajarkan hal demikian. Saat
pertama kali bertemu guru, seorang murid akan segera mencium
tangan gurunya.
Menurut saya tentu satu kebiasaan yang baik untuk diajarkan
kepada anak-anak sejak dari kecil.

Terus terang saya tidak tahu kebiasaan mencium tangan ini, tradisi
asli Indonesia atau bukan. Jujur juga saya juga tidak tahu, apakah
hal ini ada hubungannya dengan pengajaran agama.
Karena menurut saya hal ini satu sikap yang baik, saya ajarkan juga
kepada anak saya. Padahal didalam tradisi masyarakat China, tidak
ada kebiasaan ini.
Bagi saya tradisi mencium tangan, sesungguhnya sangat baik _walaupun bisa juga dimaknai tidak baik_,
karena mengandung pengajaran tentang sopan-santun, budi pekerti,
moralitas, dan khususnya tentang kerendahan hati. Seharusnya tujuan dari tradisi ini, juga dijelaskan agar tidak dilakukan hanya karena
kebiasaan dan terpaksa, sehingga tanpa pemahaman yang baik dan benar. Jadi benar-benar bisa memaknai dengan apa yang dilakukan.

Sebaliknya juga bagi seorang guru, orangtua atau orang yang dihormati yang tangannya dicium, janganlah sampai acara cium tangan ini menjadi gila hormat. Kemudian menjadi bangga dan angkuh karena banyak yang menghormati dan bila bertemu selalu mencium tangannya.

Sejujurnya saya juga pernah mengalami, ketika bersalaman ada
rekan kerja yang mencium tangan. Diantara kaget, bangga, dan
muncul keegoan merasa dihormati sekali.
Tetapi cepat-cepat saya menyadarkan diri bahwa apa yang dilakukannya adalah karena sikap rendah hatinya terhadap saya. Seharusnya juga saya menghormati dan bersikap rendah hati.

Tetapi memang tak bisa dipungkiri acara mencium tangan ini, bisa-
bisa membuat kita lupa diri dan haus untuk selalu dihormati, bukannya semakin rendah hati.
Karena seringkali menerima penghormatan dan dikultuskan dapat membuat ego seseorang tumbuh dan berkembang. Ini akan terjadi bila kita sendiri tidak bisa memaknai bahwa tradisi mencium tangan adalah untuk mengajarkan kerendahan hati kepada orang lain. Oleh sebab itu adalah juga sebagai mengingatkan pada diri sendiri untuk lebih bersikap rendah hati.

Semoga kita selalu mendapatkan pengajaran yang baik dari kebiasaan-kebiasaan yang kita lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun