Indahnya bila dengan kesabaran yang kita miliki, bisa mengalahkan keegoisan yang setiap saat menguasai kita.
Bisa mengalahkan keegoisan dengan kesabaran akan menjadikan menjadi pemenang yang sesungguhnya!
* * + * *
Bagi kita yang setiap hari bergelut dalam kemacetan dijalanan, khususnya di wilayah Jabodetabek, seringkali harus berperang antara harus egois dan bersabar.
Dijalanan bisa menjadi tempat kita belajar keegoisan dan juga menjadi sarana kita berlatih kesabaran.
Dalam keadaan menghadapi kemacetan, sedangkan harus berlomba dengan waktu untuk segera sampai ke tempat kerja atau tiba ke rumah. Yang menjadi pilihan biasanya adalah kita memilih untuk bersikap egois. Saling mendahului, menyalip seenaknya dan berhenti mendadak untuk masuk kejalur busway. Kemudian memotong jalur dengan cueknya karena enggan untuk memutar di tempat seharusnya.
Demi untuk mengejar waktu, tak segan harus melawan arus dan mengambil jalur trotoar.
Seenak mengambil jalur kanan ketika dijalur kiri terjadi kemacetan, sehingga menghalangi pengendara dijalur yang benar oleh sebab mau enaknya sendiri. Yang mengherankan, terkadang kita melakukan tanpa harus merasa bersalah.
Padahal sadar atau tidak sadar, tindakan tersebut diatas sudah merugikan kepentingan orang lain.
Mungkin kita bangga bisa mengalahkan orang lain dan menjadi pemenang dengan lebih cepat sampai tujuan. Tapi sayang dengan harus merugikan orang lain.
Memang harus diakui, dalam keadaan macet yang amat sangat biasanya keegoisan kita akan segera mengalahkan kesabaran yang ada. Apalagi bila sedang dalam keadaan mengejar waktu. Dengan kata lain, terpaksa harus dilakukan walaupun harus merugikan orang lain dan menerima caci maki dari yang merasa dirugikan.
Tetapi diantara yang mementingkan keegoisan, masih ada juga yang bersabar dalam kemacetan dengan mengikuti aturan yang ada. Walaupun sedikit orang semacam ini.
Menurut saya bila dalam keadaan macet kita masih bisa bersabar dan mengikuti aturan yang ada, itulah yang disebut sebagai pemenang yang sesungguhnya.
Dengan kesabaran telah mengalahkan keegoisan. Tanpa harus merugikan orang lain dan mungkin juga caci maki dari orang yang dirugikan.
Semua situasi perjalanan kehidupan sesungguhnya adalah sarana bagi kita untuk belajar. Bila kita mau membuka diri menjadi pembelajaran atas hidup ini. Mau menjadi baik dan lebih baik atau tidak baik dan lebih tidak baik, kitalah yang memutuskan.
Karena kita dikarunia kecerdasan dan kearifan untuk memilih dan menentukan kisah hidup yang bagaimana akan dicatat kemudian hari .
Semoga selalu dinaungi kesadaran untuk menjalani kehidupan yang begitu banyak pilihan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H