Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hai, Lelaki! Menangislah!Jangan Takut JAdi Manusiawi.....

11 Maret 2010   01:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:29 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadilah lelaki yang pantang menangis ketika dalam penderitaan. Tetapi menangislah ketika ada penderitaan disekitarmu ! [caption id="attachment_90943" align="alignleft" width="300" caption="http://mohdzaid.com/"][/caption] Jadi lelaki jangan menangis! Jadi lelaki tidak pantas menangis! Mungkin kalimat ini sudah pernah kita baca atau dengar selama ini. Apalagi ada mitos , bahwa pantang bagi lelaki untuk menangis. Saya yakin diantara kita banyak yang setuju , bahwa lelaki pun wajar saja bila menangis. Namun mungkin juga diantara kita yang mengamini , memang jadi lelaki tak pantas untuk menangis. Saya pernah kenal dengan seseorang yang demikian. Sebab orangtuanya yang mengajarkan , bahwa dalam kesulitan dan penderitaan bagaimanapun, jadi seorang lelaki pantang untuk menangis. Oleh sebab baginya itu adalah prinsip hidupnya yang tidak bisa diganggu gugat. Makanya orangnya menjadi keras , cuek dan suka menertawakan keadaan. Tapi diam-diam , saya menjadi prihatin mengapa ia sampai mempunyai prinsip demikian? Sebuah pesan yang sangat manusiawi yang menguatkan bahwa jadi lelaki jangan menangis. Namun karena disalah dipahami maknanya, kemudian yang ada justru menjadikan seseorang menjadi tidak manusiawi lagi . Menangis adalah manusiawi. Kadang saat menulis pun airmata bisa mengalir dan saya tak berusaha untuk menahannya. Apakah memalukan? Memang benar, saat mengalami penderitaan yang bagaimanapun , kita harus tegar dan tidak perlu mengumbar air mata kesedihan. Tetapi disaat ada penderitaan disekitar kita adalah tak manusiawi bila itu tidak bisa membuat kita terharu untuk menangis. Minimal meneteskan air mata keprihatinan. Coba bayangkan , akibat berprinsip , lelaki pantang menangis , maka setiap saat harus _terpaksa _ mengeraskan hati untuk tidak terpengaruh keadaan. Setiap saat harus menahan diri dan membunuh perasaan . Akhirnya menjadi rela untuk tidak manusiawi lagi , perasaan jadi tidak gampang tersentuh . Menjadi tidak peka dengan keadaan sekitar . Menganggap apa yang terjadi adalah seharusnya. Inilah yang dikatakan seringkali kita tidak memahami sebuah pesan atau kata-kata itu dalam keadaan yang bagaimana saat diucapkan. Apakah harus menyamaratakan sebuah kalimat untuk semua keadaan? Kalimat "Jadi lelaki jangan menangis "disampaikan untuk mengingatkan bahwa jadi lelaki jangan mengeluh, harus kuat dan tegas menghadapi keadaan. Tidak boleh gampang menyerah lalu menyesali hidup dengan menangis. Jangan cengeng jadi lelaki! Tetapi kalimat itu seharusnya tidak berlaku ketika menghadapi kesedihan dan penderitaan yang dialami oleh orang lain. Kalimatnya bisa jadi begini "Jadilah lelaki yang bisa menangis ketika melihat penderitaan orang lain ". Menangis bukanlah sebuah dosa. Setiap orang yang punya nurani pasti akan gampang tersentuh untuk menangis. Mungkin tidak akan tampak linangan air dimata. Tapi akan ada linangan air dihati . Seorang lelaki memang harus mempunyai pendirian yang keras untuk tidak menangis karena akan melemahkan menghadapi kehidupan yang keras . Tetapi jangan sampai pula hal ini membuat seorang lelaki menjadi keras hati , sehingga tidak punya kelembutan lagi terhadap keadaaan. Jadi, menangislah hai lelaki ketika pada saat engkau memang harus menangis. Keluarkanlah airmata dengan lepasnya . Tak perlu malu! Tapi banggalah, bila engkau masih bisa menangis. Karena engkau masih manusiawi. Tapi maaf, jangan sampai menangisi tulisan ini!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun