Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wilardi Dipaksa Pimpinan Polri....

11 November 2009   05:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:22 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang peraturan dibuat untuk mengatur agar menjadi teratur, lalu mengapa kita juga yang berani melanggar dan membentur?! Berita yang cukup mengejutkan terjadi pada sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwanya mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Dimana mantan Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan, Komisaris Besar Wilardi Wizar mengaku berita acara pemeriksaannya dikondisikan atas perintah Kapolri. Kasarnya boleh dibilang berita acaranya direkayasa demi untuk menjerat pimpinan KPK, Antasari Azhar. Saya hanya bisa bilang mengejutkan, tidak cukup benar-benar mengejutkan kalau masalah rekayasa dalam BAP. Justru yang mengejutkan adalah pernyataan salah satu humas Polri yang mengatakan bahwa Wilardi Wizar yang komisaris besar dan pernah menjabat Kepala Polres pasti tahu peraturan dan proses pembuatan BAP. Maksudnya aturannya tidak boleh dipaksa dan dikondisikan. Kalau bicara aturan bukannya penegak hukumnya sendiri yang suka melanggar aturan? Contoh kecil, kita kalau tidak pakai helm ditilang, kalau polisinya yang tidak pakai helm nyelonong di jalanan, siapa yang berani menilang ? Kita juga tahu kondisi saat ini yang namanya aturan-aturan itu dengan gampang dan tranparan bisa dibeli dan dipermainkan. Kalau kita melanggar aturan lalulintas karena tidak mau repot dengan uang lima puluh atau seratus ribu rupiah urusan langsung bisa beres. Kalau pun tidak ada kecocokan harga di lapangan, sampai di pengadilan sudah banyak calo yang menawarkan diri untuk mengurusi. Ada lagi, setiap subuh banyak anggota polisi yang memarkirkan mobilnya dipinggir jalan tol menunggu setoran dari supir-supir truk yang mengangkut barang, saya sungguh heran kalau sampai ada petinggi Polri yang tidak tahu kondisi ini? Apa tidak mungkin sudah tahu sama tahu, itu jatah kamu yang kecil, jatah saya yang lebih besar sudah ada. Kesaksian Wilardi tentang BAP-nya yang dikondisikan alias direkayasa itu saya yakin memang ada, mungkin ini hanya satu diantara ribuan kasus. Sekali lagi siapa yang tidak percaya dengan semua ini, karena selama ini kita tahu sendiri bagaimana kondisi kepolisian kita dan tindak tanduk anggotanya. Ini harus jujur diakui, percuma kalau mau dibantah. Dulu kita masih takut , minimal sedikit hormat kepada para polisi, sekarang tak jarang yang berani meremehkan, akibat mereka sendiri yang tak menghormati profesinya. Sekali lagi kalau bicara soal peraturan, kita juga sangat menginginkan setegak-tegaknya peraturan itu ditegakkan dinegeri ini. Karena kalau kita masih memegang semboyan peraturan itu dibuat untuk dilanggar, beginilah kondisi negara kita saat ini, kacau balau peraturannya. Peraturan dibuat supaya ada yang langgar dan kemudian menghasilkan bisnis baru yang memberikan penghasilan. Dengar-dengar malah anggota dewan kita paling jago buat undang-undang. Memang sudah saatnya kita merubah paradigma tentang hukum dan aturan, bahwa hukum dan aturan itu harus dijunjung setinggi-tingginya. Pada saat ini kita memang sedang membutuhkan seorang pemimpin yang berani bertindak mengikuti aturan bukan hanya yang pintar berbicara dalam aturan. Karena kalau aturan tidak ditegakan, maka kita masing-masing yang akan membuat aturan sendiri sesuai keinginan kita, dan akhir ceritanya adalah kekacauan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun