Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Orang Buta Menuntun Orang Buta, Bagaimana Tidak Tersesat?

28 Oktober 2009   01:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:31 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Indonesia adalah negara beragama dengan penduduknya yang religius. Semua agama terbaik di dunia tumbuh subur dan berkembang. Rumah ibadah dari yang sederhana sampai yang super mewah berada dimana-mana. Pemuka-pemuka agamanya dari yang biasa sampai yang hebat pun ada. Dan umat-umatnya sudah religius juga kalau melihat penampilannya.

Lalu timbul pertanyaan, mengapa kehidupan umat-umatnya dari hari ke hari semakin merosot moral etikanya? Korupsi, kemaksiatan, permusuhan antar umat beragama, dan perbuatan jahat lainnya merajalela. Sebagai negara yang beragama, kita hanya bisa membanggakan jumlah umatnya yang banyak dan hanya cukup membanggakan ajarannya saja. Tapi dalam banyak hal kita masih kalah kelakuannya dengan orang di negara yang masih komunis.
Dalam hal disiplin, misalnya. Cobalah amati kelakuan kita dijalan raya sampai dirumah ibadah. Kalau tidak mau dikatakan amburadul dan semaunya. Lalu kemana ajaran dan pengajaran yang kita dapatkan?
Jadi apa dan siapa yang salah?

Salah satu yang seharusnya bertanggungjawab adalah pemuka agama yang kurang atau salah dalam membimbing umatnya. Tapi yang seharusnya bertanggungjawab, malah menyalahkan umatnya dengan alasan, karena yang dibimbingnya tidak mau menurut pengajarannya. Atau ujung-ujungnya menyalahkan iblis sebagai si kambing hitam. Sebenarnya masalahnya komplek kalau mau membahasnya.
Tapi maafkan saya kalau hanya mencoba membahas sedikit yang saya bisa. Saya hanya bisa membayangkan, selama ini yang terjadi, adalah seperti orang buta membimbing orang buta. Banyak sekali yang terjadi pemuka agamanya sendiri tanpa sadar menyesatkan umatnya dengan pengajaran yang membutakan. Tak heran istri saya kalau pulang beribadah, seringkali mengeluhkan dan mengatakan hatinya tak bisa menerima dan tak rela, karena pendetanya suka menjelekkan dan meremehkan agama lain. Begitu juga seringkali saya harus menghentikan langkah untuk mendengarkan khotbah didalam mesjid yang setali tiga uang, menjelekkan agama lain. Didalam vihara pun, penceramahnya kadang masih tergoda juga untuk ikut-ikutan.

Dalam keheranan saya masih suka bertanya-tanya, apa maksud mereka itu? Makanya yang bisa didapatkan adalah umat-umat yang sombong dan hanya bangga dengan agamanya melalui simbol-simbol yang menghiasi tubuhnya, yang kemudian dalam hatinya bergumam, ini lho agama saya! Kebanggaan itu bukannya diwujudkan dalam perbuatannya, dimana itu yang seharusnya! Saya sering menemui orang atau sahabat yang dengan kebodohannya, mengatakan ia pasti masuk surga karena dosanya telah ditebus oleh juru selamat. Kalaupun ia hidup dalam kejahatan dan menjadi pembunuh, ia tidak akan berdosa lagi.

Apakah ini bukan kebodohan dan ia mendapat pengajaran yang salah dari pendetanya? Pasti ini karena kepintaran pendetanya, yang hanya mengatakan, kamu ikut ajaran ini pasti bisa masuk surga karena dosa kamu telah ditebus oleh sang juru selamat, kalau. . . ! Tapi kalaunya tidak dilanjutkan padahal itu sangat penting. Dan kalaunya adalah ; Kalau kamu mengikuti Aku! Maksudnya apa mengikuti Aku? Tak lain adalah mengikuti dan berbuat seperti yang telah Dia lakukan dalam hidupNya. Tidak dapat disangkal, kalau setiap umat hidup sesuai ajarannya, jaminannya adalah surga. Tapi banyak pemuka agama malas untuk menjelaskannya!

Masih banyak pula ulama yang tak hentinya mengobarkan rasa kebencian pada umatnya, padahal jelas-jelas Nabi sudah mengatakan, Cintailah walau itu adalah musuhmu. Bagaimana bisa dibayangkan kalau para teroris yang penuh kebencian ia bisa masuk surga? _ mungkin waktu pesantren ia telah diajarkan, tak apa membunuh, kalau yang dibunuh tidak seiman!_

Tapi saya masih salut, saat seorang pendeta masih berani mengatakan, jangankan umat biasa, seorang pendeta pun masih bisa masuk neraka kalau tidak bisa menjalankan apa yang dianjurkan dalam kitab sucinya.

Sebenarnya tangan ini masih gatal untuk menari-nari, tapi hati saya menyadarkan, kalau diteruskan malah bisa menyesatkan. Karena sejujurnya saya sendiri juga masih buta! . Jadi tolong bagi yang sudah melek jangan membaca, bisa-bisa nanti ikutan buta, dan akhirnya kesalahan saya jadi bertambah!

Tolong bukakan mata saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun