Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mendidik

1 Mei 2014   17:04 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:58 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak dipungkiri kemajuan jaman membuat bergesernya cara kita mendidik anak yang lebih mengutamakan kepintaran. Sebagai orangtua atau guru lebih memperhatikan nilai-nilai pelajaran yang mereka dapatkan. Masalah nilai itu didapat dengan cara yang tidak beretika tak menjadi masalah. Malah didiamkan saja.

Nilai-nilai yang besar lebih menjadi patokan kenaikan atau kelulusan dibandingkan dengan perilaku. Orangtua akan lebih bersedih kalau menemukan anaknya mendapat nilai rendah daripada anaknya berkata-kata kasar. Malah ada yang bisa bangga anaknya berani memarahi pembantunya.

Jaman semakin maju dan begitu cepatnya terjadi perubahan. Perubahan yang terbesar adalah semakin rendahnya tanggung jawab orangtua atau guru untuk mendidik anak-anak. Sebab orientasinya adalah kepada kepintaran.

Padahal kepintaran bisa semakin menjauhkan anak-anak dari nilai spiritualitas dan moralitas. Misalnya tidak perlu merasa sopan sama orang lain atau merasa berhak menghina temannya bodoh karena sudah merasa pintar.

Pada Akhirnya adalah Keteladanan yang Utama

Pada jaman sekarang kenyataannya memang semakin sulit mendidik anak-anak karena pengaruh lingkungan dan juga media elektronik yang begitu mudah ditemukan, sehingga anak-anak bisa lebih banyak belajar dari lingkungan dan media yang ada. Sementara orangtua sendiri sibuk dan guru kurang fokus, lebih kepada mengajar daripada mendidik.

Anak-anak yang membutuhkan keteladanan pada akhirnya tidak menemukan pada sosok orangtua atau gurunya sendiri. Tak heran anak-anak mencari tokoh idolanya pada tokoh kartun yang nilai-nilai kebajikannya hanya pada menumpas kejahatan. Sementara ajaran luhur tentang etika dan budi pekerti masih dipertanyakan.

Apakah kita sebagai orangtua atau guru yang sudah layak diteladani oleh anak-anak? Apakah kita pernah menanyakan hal ini kepada diri sendiri?

Jadi ketika kita menemukan anak-anak semakin nakal dan susah diatur, daripada marah-marah dan mengancam yang secara tidak langsung mempertunjukkan rasa frustasi kita, mungkin lebih berguna dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi diri sendiri dan mengambil tanggung jawab kenakalan anak sebagai kesalahan kita sendiri.

Afirmasi:

Tuhan, ampunilah atas kelalaian kami selama ini dalam mendidik anak-anak, sehingga bukan bertambah semakin baik dan terdidik malah tumbuh menjadi anak-anak yang sulit diatur. Ampunilah kesalahan kami dan mohon bukalah hati kami untuk lebih hati-hati dan bisa mendidik mereka dengan keteladanan kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun